Hukum Dua Jum'atan dalam Satu Kampung


Sahabat WONG GUNONG dimanapun Anda berada, pada kesempatan ini WONG GUNONG berusaha menyajikan dilema tentang jika ada dua jumatan padahal dalam satu kampung. Apakakah hal tersebut boleh atau tidak boleh dilaksanakan, untuk menjelaskan hal ini mari kita kaji bersama pendapat beberapa fuqoha' berikut ini
  1. Pendapat Pertama
    Yaitu pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, dua jum'atan dalam satu kampung tidak diperbolehkan kecuali ada hajat. Pendapat ini bertendensi bahwa Nabi SAW dan khulafa’ al-Rasyidin setelahnya tidak menjalankan Jumat kecuali dalam satu tempat sebagaimana pendapat Syekh abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani mengatakan:

    دليلنا أن النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - والخلفاء من بعده، ما أقاموا الجمعة إلا في موضع واحدٍ، وقد قال النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «صلوا كما رأيتموني أصلي».

    Dalil kita adalah bahwa Nabi dan para khalifah setelahnya tidak mendirikan Jum'at kecuali dalam satu tempat, dan sesungguhnya Nabi bersabda, shalatlah sebagaimana kalian melihat caraku melakukan shalat.” (Syekh Abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani, al-Bayan, juz 2, halaman 620)


    Sedangkan hajad yang membolehkan dua jum'atan dalam satu kampung sebagaimana pendapat Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur menegaskan:
    والحاصل من كلام الأئمة أن أسباب جواز تعددها ثلاثة : ضيق محل الصلاة بحيث لا يسع المجتمعين لها غالباً ، والقتال بين الفئتين بشرطه ، وبعد أطراف البلد بأن كان بمحل لا يسمع منه النداء ، أو بمحل لو خرج منه بعد الفجر لم يدركها ، إذ لا يلزمه السعي إليها إلا بعد الفجر اهـ

    Kesimpulan dari statemen para imam, sebab-sebab diperbolehkannya berbilangnya jum'at ada tiga. Pertama, sempitnya tempat shalat, dengan sekira tidak dapat menampung jamaah jum'at menurut keumumannya. Kedua, pertikaian di antara kedua kubu sesuai dengan syaratnya. Ketiga, jauhnya sisi desa, dengan sekira berada pada tempat yang tidak terdengar adzan atau di tempat yang seandainya seseorang keluar dari tempat tersebut setelah fajar, ia tidak akan menemui jum'at, sebab tidak wajib baginya menuju tempat jum'at, kecuali setelah terbit fajar subuh.” (Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, Beirut, Dar al-Fikr, 1995, halaman 51)
  2. Pendapat Kedua
    Versi Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani yang menetapkan hukum boleh dua jum'atan dalam satu kampung dengan syarat tidak menimbulkan fitnah. Beliau menegaskan:
    فلما ذهب هذا المعنى الذى هو خوف الفتنة من تعدد الجمعة جاز التعدد على الأصل في إقامة الجماعة ولعل ذلك مراد داود بقوله إن الجمعة كسائر الصلوات ويؤيده عمل الناس بالتعدد في سائر الأمصار من غير مبالغة في التفتيش عن سبب ذلك ولعله مراد الشارع ولو كان التعدد منهيا عنه لا يجوز فعله بحال لورود ذلك ولو في حديث واحد فلهذا نفذت همة الشارع في التسهيل على أمته في جواز التعدد في سائر الأمصار حيث كان أسهل عليهم من الجمع في مكان واحد فافهم

    Saat substansi pelarangan ini hilang, yaitu kekhawatiran fitnah, maka diperbolehkan berbilangnya jumat sesuai dengan hukum asal pendirian shalat jamaah. Yang demikian ini barang kali yang dikehendaki Imam Daud dalam statemennya, sesungguhnya Jumat seperti shalat-shalat lainnya. Kesimpulan ini dikuatkan dengan fakta bahwa terjadi berbilangnya jumatan di sekian tempat tanpa berlebihan dalam meneliti penyebabnya, barangkali ini yang dikehendaki syari’at. Andaikan berbilangnya Jumat dilarang, niscaya tidak diperkenankan sama sekali, karena ada hadits yang melarangnya, meski hanya satu hadits. Dari pertimbangan ini, terlihat jelas esensi syariat untuk memudahkan umat Islam dalam kebolehan berbilangnya jumat di seluruh penjuru dunia, sekiranya hal tersebut lebih memudahkan mereka dibandingkan dengan berkumpul dalam satu tempat Jumat. Maka pahamlah akan hal tersebut.” (Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra, Semarang, Toha Putera, tt., juz 1, halaman 209)
  3. Pendapat Ketiga
    Versi Syekh Isma’il Zain salah satu ulama' bermadzhab Syafi’i dari Yaman. Menurut beliau diperbolehkan dua jum'atan dalam satu kampung asalkan jamaah tidak kurang dari 40 orang di masing-masing tempat.

    Dalam fatwanya, Syekh Isma’il al-Zain mengatakan:
    مسألة - ما قولكم في تعدد الجمعة في بلدة واحدة أو قرية واحدة مع تحقق العدد المعتبر في كل مسجد من مساجدها فهل تصح جمعة الجميع أو فيه تفصيل فيما يظهر لكم ؟ (الجواب) أما مسألة تعدد الجمعة فالظاهر جواز ذلك مطلقا بشرط أن لا ينقص عدد كل عن أربعين رجلا فإن نقص عن ذلك إنضموا إلى أقرب جمعة إليهم إذ لم ينقل عن النبي (أنه جمع بأقل من ذلك وكذلك سلف الصالح من بعده) والقول بعدم الجواز إلا عند تعذر الاجتماع في مكان واحد ليس عليه دليل صريح ولا ما يقرب من الصريح لا نصا ولا شبهه بل أن سر مقصود الشرع هو في إظهار الشعار في ذلك اليوم وأن ترفع الأصوات على المنابر بالدعوة إلى الله والنصح للمسلمين فكلما كانت المنابر أكثر كانت الشعارات أظهر وتبارزت عزة دين الإسلام في آن واحد في أماكن متعدد إذا كان كل مسجد عامرا بأربعين فأكثر هذا هو الظاهر لي والله ولى التوفيق اهـ

    Sebuah permasalahan, apa pendapat anda mengenai berbilangnya jumat dalam satu desa ketika sudah terpenuhinya jumlah minimal jamaah jum'at di setiap masjidnya?. Apakah sah jum'at mereka atau ada perincian? Beliau menjawab, permasalahan berbilangnya jumat, pendapat yang jelas menurutku adalah diperbolehkan secara mutlak dengan syarat jumlah jamaah masing-masing jumat tidak kurang dari 40 laki-laki, apabila kurang dari jumlah tersebut, maka harus dikumpulkan dengan tempat jumat terdekat, sebab tidak pernah dikutip dari Nabi dan salaf al-Shalih setelahnya bahwa Jumat kurang dari jumlah tersebut. Adapun pendapat yang tidak memperbolehkan berbilangnya jum'at dalam satu tempat kecuali saat sulitnya berkumpul, tidak memiliki dalil yang tegas bahkan yang mendekati tegaspun tidak ada, baik berupa dalil nash atau yang serupanya. Bahkan rahasia dari maksud syariat berada pada memperlihatkan syiar Islam pada hari jum'at tersebut dan suara-suara dinyaringkan di atas mimbar-mimbar dengan mengajak kepada Allah dan memberi nasehat kepada kaum muslimin. Saat mimbar-mimbar semakin banyak, niscaya syi’ar-syi’ar Islam semakin tampak dan kemuliaan agama Islam terlihat jelas dalam satu waktu di beberapa tempat apabila setiap masjid diramaikan dengan 40 jamaah atau lebih. Inilah pendapat yang jelas menurutku”. (Syekh Isma’il al-Zain, Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il al-Zain, halaman 83)

Berdasarkan kajian diatas mari kita menyikapi dengan arif dan bijak jika terjadi dua jum'atan dalam satu kampung tanpa harus merasa paling sah atau paling benar, karena semuanya ada dasar masing-masing yang terpenting adalah menjaga ukhuwah islamiyah dalam kehidupan beragama dan bernegara. Semoga bermanfaat. 7
Wong Gunong Pendaki doyan ngopi :)
TERIMA KASIH KUNJUNGANNYA

Semoga atikel berjudul Hukum Dua Jum'atan dalam Satu Kampung ini bermanfaat. Jika ingin mengambil sebagian atau keseluruhan isi artikel, silahkan menyertakan dofollow link ke >>
Buka Komentar

0 response to "Hukum Dua Jum'atan dalam Satu Kampung"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel