Hukum Mengembangkan Aset Wakaf Masjid

Majid An-Nur 3
Secara umum tugas nazir (pengelola wakaf) tidak hanya menjaga fisik barang wakaf, tetapi juga mengembangkan aset wakaf dan wajib menjaga kelestariannya, hal ini tentu membutuhkan biaya perawatan yang cukup agar hak maquf ‘alaihi (orang/masjid yang diberi wakaf) bisa menerima manfaat fasilitas barang wakaf secara optimal. Oleh karena itu mengembangkan aset wakaf dan menjaga kelestariannya adalah suatu keharusan. Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i mengatakan:

وَوَظِيْفَةُ النَّاظِرِ حِفْظُ الْأُصُوْلِ وَثَمْرَتُهَا عَلَى وَجْهِ الْاِحْتِيَاطِ كَوَلِيِّ الْيَتِيْمِ كَمَا يَتَوَلَّى الْإِجَارَةَ وَالْعِمَارَةَ

Kerja nazir adalah menjaga pokok harta wakaf dan hasilnya atas jalan kehati-hatian seperti wali anak yatim, sebagaimana ia bekerja menyewakan dan membangun harta wakaf” (Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’, juz 15, hal. 363).


Sedangkan ketentuan alokasi hasil pengembangan aset wakaf masjid dibagi menjadi dua:
  1. Apabila shighat (ungkapan) pewakafan tanah diperuntukan untuk kemaslahatan masjid atau wakaf yang mutlak. Contoh sighat wakaf tanah untuk kemaslahatan masjid: “Aku wakafkan tanah ini untuk kemaslahatan masjid”. Contoh shighat wakaf mutlak: “Aku wakafkan tanah ini untuk masjid”, maka hasil pengembangan tanah tersebut boleh dialokasikan terutama untuk kebutuhan pembangunan fisik masjid dan kemaslahatan masjid lainnya, seperti menambah tanah masjid, diperdagangkan, atau membeli inventaris lainnya
  2. Apabila shighat pewakafannya dibatasi untuk ‘imarah al-masjid (pembangunan fisik masjid), misalnya pewakaf mengatakan, “Aku wakafkan sebidang tanah ini untuk kebutuhan pembangunan fisik masjid”, maka hasil pengembangan tanah tersebut hanya boleh dialokasikan untuk kebutuhan pembangunan fisik masjid, tidak diperbolehkan dikembangkan/diperdagangkan maupun dibelikan tanah atau inventaris lainnya.

Hukum Memperdagangkan Aset Wakaf Milik Masjid
Di satu sisi memperdagangkan aset wakaf milik masjid adalah upaya cerdas menjadikan masjid semakin terawat dan mandiri secara ekonomi, di sisi yang lain hal itu memiliki risiko kerugian yang tidak terduga. Dalam titik ini, ulama berbeda pendapat:
  1. Sebagian ulama' melarang praktik memperdagangkan aset wakaf milik masjid walau dengan tujuan mengembangkannya. Menurut pendapat ini, uang saldo pengembangan aset wakaf milik masjid yang berkecukupan wajib disimpan untuk kebutuhan masjid di masa mendatang.
  2. Sebagian ulama muta’akhirin (kontemporer) memperbolehkannya. Menurut mereka memperdagangkan ini tidak bertentangan dengan salah satu tugas nazir, yaitu mengembangkan aset barang wakaf. Tetapi hal ini wajib dikelola dengan baik dan penuh kehati-hatian, misalnya dengan melibatkan tenaga profesional dengan kemampuan manajemen yang kredibel untuk mengantisipasi kerugian yang berdampak buruk kepada keuangan masjid.

Syekh Syihabuddin al-Qalyubi mengatakan:
تَنْبِيهٌ لَوْ زَادَ رَيْعُ مَا وُقِفَ عَلَى الْمَسْجِدِ لِمَصَالِحِهِ أَوْ مُطْلَقًا اُدُّخِرَ لِعِمَارَتِهِ وَلَهُ شِرَاءُ شَيْءٍ بِهِ مِمَّا فِيهِ زِيَادَةٌ عَلَيْهِ، وَلَوْ زَادَ رَيْعُ مَا وُقِفَ لِعِمَارَتِهِ لَمْ يُشْتَرَ مِنْهُ شَيْءٌ وَيُقَدَّمُ عِمَارَةُ عَقَارِهِ عَلَى عِمَارَتِهِ وَعَلَى الْمُسْتَحِقِّينَ، وَإِنْ لَمْ يَشْتَرِطْهُ الْوَاقِفُ كَذَا فِي الْعُبَابِ
Peringatan. Bila saldo aset yang diwakafkan atas masjid untuk kemaslahatannya atau wakaf mutlak melebihi kebutuhan masjid, maka disimpan untuk kebutuhan pembangunan masjid, nazir diperbolehkan membeli sesuatu dengan saldo tersebut dari perkara-perkara yang dapat menambah wilayah masjid. Bila saldo aset yang diwakafkan untuk ‘imarah masjid melimpah, maka tidak boleh dibelikan apa pun. Dan wajib didahulukan membangun tanah masjid atas bangunan fisik masjid dan kebutuhan orang-orang yang berhak, meski tidak disyaratkan oleh pewakaf.”

وَيَجِبُ عَلَى نَاظِرِ الْوَقْفِ ادِّخَارُ شَيْءٍ مِمَّا زَادَ مِنْ غَلَّتِهِ لِعِمَارَتِهِ وَشِرَاءُ عَقَارٍ بِبَاقِيهِ وَأَفْتَى بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ بِجَوَازِ الِاتِّجَارِ فِيهِ إنْ كَانَ مِنْ وَقْفِ مَسْجِدٍ وَإِلَّا فَلَا وَسَيَأْتِي إِقْرَاضُهُ
Dan wajib atas nazir wakaf menyimpan dana yang melebihi (kebutuhan wakaf) dari hasil wakaf untuk pembangunan wakaf dan membeli tanah dengan sisanya. Sebagian ulama muta’akkhirin berfatwa kebolehan memperdagangkan dana tersebut bila berasal dari wakaf masjid, bila tidak demikian maka tidak diperbolehkan” (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 3, hal. 108).

Kitab Hasyiyah Umairah sebagai berikut:
(فَرْعٌ) فَضُلَ مِنَ الْوَقْفِ شَيْءٌ هَلْ يَجُوْزُ اْلإِتِّجَارُ فِيْهِ أَفْتَى الْمُتَأَخِّرُوْنَ بِالْجَوَازِ إِنْ كَانَ لِلْمَسْجِدِ وَإِلاَّ فَلاَ .
Apabila ada sejumlah harta wakaf tersisa, apakah boleh memperjualbelikannya? Para ulama mutaakhkhirun berfatwa dengan memperbolehkannya, jika sejumlah harta wakaf itu milik masjid, jika bukan, maka tidak boleh” (Syekh Umairah, Hasyiyah Umairah ‘ala al-Mahalli, juz 3, hal. 111).

Keterangan - Apabila yang dimaksud barang wakaf itu barang hasil dari wakaf untuk masjid yang lebih dari kebutuhan masjid, maka hukumnya menurut fatwa sebagian ulama akhir adalah boleh (tidak dilarang) diperdagangkan. Tetapi jika tidak demikian, artinya mauquf ‘alaih bukan masjid, atau tidak lebih dari kebutuhan mauquf ‘alaih maka haram diperdagangkan.
Wong Gunong Pendaki doyan ngopi :)
TERIMA KASIH KUNJUNGANNYA

Semoga atikel berjudul Hukum Mengembangkan Aset Wakaf Masjid ini bermanfaat. Jika ingin mengambil sebagian atau keseluruhan isi artikel, silahkan menyertakan dofollow link ke >>
Buka Komentar

0 response to "Hukum Mengembangkan Aset Wakaf Masjid"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel