Hukum Tentang Nadzar
Pengertian Nadzar dan Hukumnya
Nazar adalah janji kepada Allah untuk melakukan suatu amal jika keinginan tertentu terkabul. Contohnya, seseorang bernazar akan berpuasa jika lulus ujian. Jika keinginannya tercapai, maka ia wajib menunaikan nadzarnya sebagai bentuk komitmen kepada Allah.Kewajiban menunaikan nadzar ditegaskan dalam Al-Qur’an.
-
Surah Al-Hajj ayat 29.
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29)
- Al Baqarah: 270
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 270)
Hukum Mengganti Nadzar
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum mengganti nazar yang sudah diniatkan ke dalam bentuk benda lain, ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.Pertama, Menurut ulama Syafi’iyah, nadzar harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang diniatkan, dan tidak boleh diganti dengan benda atau bentuk lain. Misalnya, jika seseorang bernadzar untuk berkurban kambing, maka ia wajib menepatinya dengan menyembelih kambing sebagaimana yang diniatkan. Tidak boleh diganti dengan hewan lain atau dengan nilai uangnya.
Jika seseorang tidak menepati nadzar sesuai dengan niat awal, maka nadzarnya belum dianggap tertunaikan, dan ia tetap memiliki tanggungan hingga menunaikannya sebagaimana yang telah diniatkan.
Kedua, Menurut ulama Hanafiyah, nazar tidak wajib dilaksanakan persis seperti yang diniatkan, tetapi boleh diganti dengan benda lain yang sepadan. Oleh karena itu, jika seseorang bernazar untuk berkurban dengan kambing, ia diperbolehkan menggantinya dengan membayar uang senilai kambing tersebut. Dengan demikian, nazarnya dianggap telah tertunaikan dan ia dinilai telah menepati janjinya.
Kedua pendapat tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kitab Darul Ifta’Al-Mishriyah berikut;
والأولى الالتزام بالنذر الذي تلفظت به ونويته كما هو مذهب الشافعية، وأجاز فقهاء الحنفية إخراج جميع الزكوات والنذور والكفارات بالقيمة، كما قال صاحب رد المحتار:نذر أن يتصدق بهذا الدينار فتصدق بقدره دراهم، أو بهذا الخبز فتصدق بقيمته؛ جاز عندنا.
Yang utama adalah menepati nazar sesuai yang dilafadzkan dan diniatkan, sebagaimana pendapat ulama Syafiiyah. Ulama Hanafiyah membolehkan mengeluarkan semua zakat, nazar, dan kafarah dengan harga, sebagaimana disebutkan dalam kitab Raddul Mukhtar; Seseorang bernazar hendak bersedekah dengan dinar ini, lalu dia bersedekah dirham senilai dinar tersebut, atau bernazar dengan roti ini, lalu dia bersedekah dengan harga roti tersebut, maka hal itu boleh menurut kami.
Hukum Mengqodho' Nadzar
Sedangkan seperti kejadian, jika seseorang bernazar untuk puasa Senin-Kamis selama sebulan, kemudian pada suatu hari ia tidak menunaikannya tanpa uzur yang sah, maka ia berdosa dan wajib mengganti (qadha) puasa tersebut.Hal ini merupakan kesepakatan (ijma’) para ulama, tanpa adanya perbedaan pendapat. Sebagaimana dijelaskan dalam Raudlatut Thalibin, juz 3 halaman 310 berikut: ikut;
إذا نذر صوم سنة، فله حالان: أحدهما: أن يعيّن سنة متوالية، كقوله: أصوم سنة كذا، أو أصوم سنة من أوّل شهر كذا، أو من الغد فصيامها يقع متتابعا بحقّ الوقت،……إلى أن قال …. وإذا أفطر بعض الأيّام بغير عذر، أثم ولزمه القضاء بلا خلاف. وسواءٌ أفطر بعذر، أم بغيره، لا يلزمه الاستئناف. وإذا فات صوم السّنة، لم يجب التّتابع في قضائه كرمضان
“Apabila seseoang tidak berpuasa pada sebagian hari tanpa adanya udzur, maka ia berdosa dan wajib mengqadha (mengganti) dengan tanpa (terjadi) perbedaan di kalangan para ulama. Baik tidak berpuasanya sebab udzur maupun tidak maka tidak wajib mengganti/ memulai secara langsung puasanya. Dan apabila puasa dalam setahun itu hilang (habis waktunya), maka tidak wajib secara langsung menggantinya seperti puasa Ramadan. Semuanya itu apabila tidak ditujukan untuk at tatabu’.”
Nadzar Beribadah di Masjid Tertentu
Semua masjid memiliki kedudukan yang sama, kecuali tiga masjid, yaitu Masjid al-Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsha, karena terdapat nash syar’i yang menyebutkan keutamaan khusus bagi ketiganya. Oleh karena itu, jika seseorang bernadzar untuk beribadah di masjid tertentu, nadzar tersebut dapat dilaksanakan di masjid mana pun. Sebab pada hakikatnya, ibadah dapat dilakukan di mana saja selama diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.Hal ini berdasarkan keterangan dari ulama' madzhab mengutip dari beberapa kitab, diantaranya: 1. Kitab Majmû’ Syarh Muhadzzab karya Imam an-Nawawi:
وإن نذر المشي إلى مسجد غير الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ وَمَسْجِدُ الْمَدِينَةِ وَالْمَسْجِدُ الْأَقْصَى لَمْ يلزمه لِمَا رَوَى أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى ومسجدي هذا(
"Apabila ia bernadzar pergi ke masjid selain Masjid al-Haram, Nabawi, dan al-Aqsha maka tidak wajib baginya menunaikannya sebab ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh, kecuali ke tiga Masjid. Yaitu; Masjid al-Haram (Makkah), Masjid Al Aqsha, dan Masjidku ini (Masjid Madinah). (Imam an-Nawawi, Majmû’ Syarh Muhadzzab, Dar el-Fikr, juz 8, halaman 493)
نَعَمْ لَوْ عَيَّنَ الْمَسْجِدَ لِلْفَرْضِ لَزِمَهُ وَلَهُ فِعْلُهُ فِي مَسْجِدٍ غَيْرِهِ
“Ya, seandainya ia menentukan masjid (ketika bernadzar) untuk melaksanakan perkara yang fardhu maka wajib baginya untuk melaksanakan sesuatu yang ia nadzarkan di selain masjid yang ia nadzarkan.”
وفيه دليل على أن من نذربصلاة أو صدقة أو نحوهما في مكان ليس بأفضل من مكان الناذر فإنه لايجب عليه الوفاء بإيقاع المنذور به في ذلك بل يكون الوفاء بالفعلفي مكان الناذر
“Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang bernadzar untuk shalat atau sedekah atau semacamnya di tempat yang bukan lebih utama dari tempat orang yang bernadzar (mengucap nadzarnya) maka sesungguhnya ia tidak wajib memenuhi nadzarnya, sebab gugurnya sesuatu yang dinazarkan pada kasus yang demikian, akan tetapi memenuhi nadzar tersebut dengan melaksanakannya di tempat orang tersebut mengucap nadzar” (Abu ‘Abdirrahman Abadî, ‘Aun ul-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Daud, Kairo – Syirkah al-Quds, cetakan pertama, juz 5, 409).
0 response to "Hukum Tentang Nadzar"
Post a Comment