Dasar Hukum Robithoh Dalam Ilmu Tarekat


Dasar hukum yang digunakan sebagai dalil terhadap rabithah adalah firman Allah Swt.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersikap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt supaya kamu beruntung (sukses)" (QS. Ali Imran : 200).

Kata WAROBITHU [ورابطوا] dalam ayat ini secara makna lahiriahnya yaitu mengadakan penjagaan [robithoh] di pos-pos penting dalam situasi peperangan, agar musuh tidak menerobos, jika perang fisik, seseorang menjaga pertahanan wilayah dari serbuan musuh, maka dalam perang metafisik, orang mengadakan rabithah [robithoh] di wilayah hati agar syetan tidak menyusup ke wilayah hati sanubari tersebut. Itulah yang menjadi dasar-dasar rabithoh bagi para pakar tawasuf / thareqat.

Menurut mereka rabithah mursyid adalah salah satu cara memperoleh wasilah [wusul] menuju Allah. Firman Allah Swt.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah [jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya] dan berjihatlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. al Maidah : 35)



Menurut pendapat ahli thareqat, mafhum al-wasilah dalam ayat ini bersifat umum. Wasilah dapat diartikan dengan amal-amal kebajikan, sedangkan berkumpul dan bergandengan dengan guru mursyid secara lahir maupun batin termasuk amal yang baik dan terpuji.

Berkumpul dan bergabung itulah oleh kalangan ahli thareqat disebut dengan rabithah mursyid. Jika diperintah mencari wasilah, maka rabithah adalah wasilah yang terbaik diantara jenis wasilah yang lain. Firman Allah

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran : 31)



Ayat di atas menurut kalangan thareqat, isyarat kepada rabithah, sebab “mengikut” فَاتَّبِعُونِي itu menghendaki melihat yang diikuti. Dan melihat yang diikuti ada kalanya melihat tubuhnya secara nyata (konkret) dan ada kalanya melihatnya secara hayal (abstrak). Melihat dalam hayal itulah yang dimaksud dengan rabithah. Jika tidak demikian, tentu tidak dapat dinamakan mengikut. Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. at Taubah : 119)



Asy Syaikh Ubaidillah Al-Ahrari menafsirkan kebersamaan dengan orang-orang yang benar, yang diperintahkan oleh Allah Swt dalam ayat itu terbagi dua:
  1. [Pertama] Bersama secara jasmaniyah, yaitu bersama dalam satu majelis, sehingga kita mendapatkan keberuntungan dari orang-orang yang shiddiq.
  2. [Kedua] bersama secara maknawiyah, yaitu bersama ruhaniah yang diartikan dengan rabithah [menyambung ruhaniyah murid kepada ruhaniyah guru mursyid].


Dalam hadist qudsi Sabda Rasulullah SAW, Artinya : “Tidak dapat bumi dan langit-Ku menjangkau/ memuat akan zat-Ku (yang membawa Asma-Ku/ Kalimah-Ku), melainkan yang dapat menjangkaunya / memuatnya ialah Hati Hamba-Ku Yang Mukmin/ suci, lunak dan tenang.” (Hadis Qudsi R. Ahmad dari Wahab bin Munabbih).


Dalam Sebuah Hadist Rasulullah SAW Bersabda:

كُنْ مَعَ الله فَإن لم تستطع فكُنْ مَعَ مَنْ مَعَ الله فَاِنَّهُ يُوْاصِلُكَ إلى الله

“Jadilah ( Ruhani ) kalian Bersama Allah , Jika ( ruhani ) Kalian Belum Bisa Bersama Allah, Maka Jadilah Kalian Bersama Dengan Orang Yang ( Ruhaninya ) telah Bersama ALLAH, Sesungguhnya Mereka Akan menghantarkan ( Ruhani ) kamu Kepada Allah.” ( HR. Abu daud )



Asy Syaikh Muhammad Amin al Kurdi menyatakan wajibnya seorang murid terus-menerus me-rabithah-kan ruhaniahnya kepada ruhaniah Syaikh gurunya yang mursyid, guna mendapatkan karunia dari Allah Swt. Karunia yang didapati itu bukanlah karunia dari mursyid, sebab mursyid tidak memberi bekas. Yang memberi bekas sesungguhnya hanya Allah Swt, sebab di tangan Allah Swt sajalah seluruh perbendaharaan yang ada di langit dan di bumi, dan tidak ada yang dapat berbuat untuk men-tasaruf-kannya kecuali Allah Swt.

Hanya saja Allah SWT men-tasaruf-kannya itu, melalui pintu-pintu atau lorong-lorong yang telah ditetapkan-Nya, antara lain melalui para kekasih-Nya, para wali-wali Allah Swt yang memberikan syafaat dengan izin-Nya [Amin al Kurdi: 1994, hlm. 448] .

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irdibiy RA. mengatakan: “Sesungguhnya rasa dekat dengan Syaikh Mursyid bukan dikarenakan dekat zatnya, dan bukan pula karena mencari sesuatu dari pribadinya, tetapi karena mencari hal-hal yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya (kedudukan yang telah dilimpahkan Allah atasnya) dengan mengi’tiqadkan (meyakini) bahwa yang membuat dan yang berbekas hanya semata-mata karena Allah Ta’ala seperti orang faqir berdiri di depan pintu orang kaya dengan tujuan meminta sesuatu yang dimilikinya sambil mengi’tiqadkan bahwa yang mengasihi dan memberi nikmat hanya Allah yang mempunyai gudang langit dan bumi, serta tidak ada yang menciptakan selain dari-Nya. Alasan ia berdiri di depan pintu rumah orang kaya itu karena ia meyakini bahwa di sana ada salah satu pintu nikmat Allah yang mungkin Allah memberikan nikmat itu melalui sebab orang kaya itu”. [Tanwirul Qulub : 527]
Wong Gunong Pendaki doyan ngopi :)
TERIMA KASIH KUNJUNGANNYA

Semoga atikel berjudul Dasar Hukum Robithoh Dalam Ilmu Tarekat ini bermanfaat. Jika ingin mengambil sebagian atau keseluruhan isi artikel, silahkan menyertakan dofollow link ke >>
Buka Komentar

0 response to "Dasar Hukum Robithoh Dalam Ilmu Tarekat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel