Membuka Cakrawala Tentang Mazhab Hanafi (699-767)

Aliran fikih Islam yang dinisbahkan kepada Ahmad Ibn Hambal: Abu Abdillah. Imam Abu Hanifah Nu’man ibn Thabit al-Taymi (80-150 H). Ia keturunan Parsi, dilahirkan di Basra tahun 699 M dan berusia 70 tahun dan wafat pada bulan Rajab tahun 150 H, di Kuffah (Bagdad).

Menurut versi Qodi’Iyad Ia wafat 350 H[20]. Makamnya ada di Al Khoizaron, Baghdad. Nama sebenarnya Nu’man putra dari Tsabit bin Zautho bin Mah, keturunan bangsa Ajam. Kata ‘hanif’ dalam bahasa Arab berarti cenderung kepada agama yang benar.

Riwayat yang lain mengatakan beliau erat dengan tinta guna mencatat ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Ayahnya keturunan Persia yang berasal dari Afganistan.

Abu Hanifah pernah berguru kepada Atha bin Abi Rabah, Imam Muhammad bin Abu Sulayman, Imam Nafi’ Mawla Ibnu Umar dan Imam Muhammad al-Baqir.

Hanifah termasuk tabi’in sebab ia masih sempat berjumpa dengan beberapa sahabat Nabi Muhammad misalnya Abi Awfa, Watsilah bin al-Aqsa, Ma’qil bin Yasar, Abullah bin Anis dan Abu Tufayl. Selain sebagai ulama dan Imam Mazhab, Hanifah juga wiraswastawan yang berhasil namun hidupnya sangat wara’ dan zuhud serta pemurah.

Hubungannya dengan penguasa tidak begitu baik, karena selalu menolak tawaran khalifah untuk menjadi Hakim Agung, bahkan Ia sempat dipenjara dan dihukum dera setiap hari selama 15 hari.

Karena tidak berhasil membujuk Hanifah memangku jabatan Hakim Agung, Khalifah al-Mansyur murka dan memanggilnya menghadap, di Istana Abu Hanifah disugihi racun lalu dikembalikan ke penjara dan meninggal di penjara.

Beberapa karya tulisnya yang memuat pendapatnya yang disusun para muridnya antara lain: al-Madsuth, al- jami’u ‘l-kabir, Al-Sayru ‘l-Shaghir, al-‘l-Kabir, dan al-Ziyadah. Abu Hanifah dijuluki sebagai Bapak Ilmu Fiqih.

Mazhab Hanafi dikembangkan berdasarkan Al Qur’an, Sunnah Rasul, fatwa para sahabat, qiyas, istihsan, adat dan ‘uruf masyarakat. Sikap Abu Hanifah terhadap hadits sangat hati-hati dan selektif. Ia lebih banyak menggunakan qiyas dan juga istihsan.

Hal ini ada hubungannya dengan daerah pertumbuhan mazhab ini yang jauh dari Madinah dan Mekah, tempat tinggal kebanyakan sahabat Nabi. Karena itu mazhab Hanafi seringkali disebut sebagai aliran ahlu ‘l-rayu yang lebih mengutamakan rasio.

Perkembangan mazhab Hanafi cukup luas karena peranan murid-murid Abu Hanifah, seperti Abu Yusuf (wafat tahun 731 M) yang pernah menjadi Hakim agung di Baghdad, Muhammad bin Hasan  (wafat tahun 738 M) dan Zufar (wafat tahun 707 M).

Ada ulama penganud mazhab ini yang membagi fiqih Abu Hanifah menjadi 3 tingkatan:
1) tingkatan pertama (masa-ilul ushul)
kitabnya berjudul Dhohiru Riwayah, berisi kupasan dan ketetapan masalah agama oleh Imam Hanafi bercampur buah pikiran para sahabat Imam Hanafi yaitu Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan lainnya;

2) tingkatan kedua (masa-ilun Nawadir)
tentang masalah-masalah agama, diriwayatkan oleh Imam Hanafi dan para sahabatnya, kitabnya Haruniyyar, Jurjaniyyat dan Kaisaniyyat (Muhammad bin Hasan), serta Al Mujarrod (Hasan bin Iyad);

3) tingkatan ketiga (Al Fatawa wal Waqi’at)
berisikan masalah-masalah agama dari para ulama mujtahid mazhab Hanafi yang datang kemudian, karena keterangannya tidak mereka dapat pada pendahulunya, seperti kitab Al Fatawa wal Waqi’at pertama yaitu An Nawasil (Abdul Laits As Samarqondy, wafat 375 H).

Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam sunni. Suatu mazhab yang dikenal sebagai mazhab paling terbuka kepada idea modern.

Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam sunni Mesir, Turki, sub-benua India dan sebahagian Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia belajar dan melihat pendapatnya mengenai amalan Islam.

Mazhab Hanafi merupakan mazhab yang dianut dengan sekitar 30% pengikut. Kehadiran mazhab ini tidak boleh dilihat sebagai perbedaan mutlak seperti dalam Kristian (Prostestan dan Katolik) dan beberapa agama lain.

Sebaliknya ini merupakan perbedaan yang sehat melalui pendapat yang logis dan idea dalam memahami Islam. Perkara pokok seperti akidah atau tauhid masih sama dan tidak berubah.

Dasar–dasar pokok dari mazhab Hanafi berpegang pada :
1) Al Qur’an;
2) Sunnah Rasul SAW beserta peninggalan-peninggalan sahih yang telah masyhur  di antara para ulama;
3) Fatwa-fatwa para sahabat;
4) Qias;
5) Istihsan;
Secara bahasa istihsan berarti menganggap baik sesuatu (hasan), adalah salah satu cara  menetapkan hukum di kalangan ahli ushul fikih.

Melalui metode istihsan, seorang mujtahid meninggalkan hukum yang didasarkan atas qias jali (analogi yang jelas persamaan illatnya) ke hubungan baru yang berdasarkan atas qias khafi (persamaan illatnya tersamar) atau dari hukum yang didasarkan pada dalil kulli (alasan yang bersifat umum) ke hukum yang didasarkan atas dalil juz’i (alasan yang bersifat khusus).

Salah satu contoh mengqiaskan wakaf kepada sewa-menyewa dan tidak kepada jual-beli, karena lebih mengutamakan segi kemanfaatannya daripada segi perpindahan hak milik. Perpindahan hukum itu lebih tepat.

Metode istihsan ini lebih banyak digunakan dikalangan ulama Hanafiyah sebagai salah satu dasar pokok mazhab Hanafi dan ditolak keras dikalangan ulama Syafi’iyah.

6) Adat beserta ‘uruf umat.
Penganut mazhab Hanafi terdapat banyak di anak daerah India, Turki, Afganistan, Kawasan Balkan, China dan Rusia. Disamping Turki dan India, juga Turkestan, Propinsi-propinsi Buchara dan Samarkand. Juga di Asia Tenggara mendapat beberapa pengikut.

Agar memiliki porsi yang seimbang tentang aliran 4 madhab sebaiknya baca juga postingan wong gunung dengan judul Mengenal Perbedaan 4 Mahzab: Syafi’i, Hambali, Maliki dan Hanafi
Wong Gunong Pendaki doyan ngopi :)
TERIMA KASIH KUNJUNGANNYA

Semoga atikel berjudul Membuka Cakrawala Tentang Mazhab Hanafi (699-767) ini bermanfaat. Jika ingin mengambil sebagian atau keseluruhan isi artikel, silahkan menyertakan dofollow link ke >>
Buka Komentar

0 response to "Membuka Cakrawala Tentang Mazhab Hanafi (699-767) "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel