Akhlaq Mulia Syaikh Abu Yazid Al Bustami R.A.
KISAH 1 : MASA SEBELUM KELAHIRANNYA
Syaikh Abu Yazid al Bustami adalah penganut agama Zoraster (majusi). Ayahnya adalah seorang di antara orang-orang terkemuka di daerah Bustham. Kehidupanbu Yazid yang luar biasa bermula semenjak dalam kandungan ibunya lagi.
Setiap kali aku menyuap makanan yang ku ragukan halal haramnya. Ibunya sering berkata kepada Abu yazid dalam kandungan nya , ”engkau yang berada di dalam perutku memberontak dan terus memberontak, selagi makanan yang aku makan tidak dimuntahkan kembali”.
KISAH 2: BERBAKTI KEPADA IBUNYA
Setelah tiba waktunya, si ibu menghantar Abu Yazid ke Masjid. Abu Yazid mempelajari al Quran. Pada suatu hari gurunya menjelaskan arti sepotong ayat dari surah Al Lukman yang berbunyi:B "Beterimakasihlah kepada Ku dan kepada kedua ibu bapa kamu”.
Ayat ini sangat mengentarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan berkata kepada gurunya: ”Izinkan saya pulang, ada yang perlu hamba katakan kepada ibuku”
Si guru memberi izin. Lalu Abu Yazid pulang ke rumahnya. Ibunya menyambutnya dengan kata-kata: "Thaifur, mengapa engkau pulang, apakah engkau mendapat hadiah atau ada sesuatu kejadian yang istimewa?”
”Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajianku sampai pada ayat di mana Allah memerintahkan agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu. Tetapi aku tidak dapat mengurus dua buah rumah dalam waktu yang serentak ibu Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Mintalah daku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang atau serahkanlah aku kepada Allah semata-mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.
”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari semua kewajibanmu terhadap aku. Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba Allah”.
Dikemudian hari, Abu Yazid berkata: "pada awalnya aku kira sebagai kewajipan paling mudah di antara yang lain-lainya, ternyata merupakan kewajipan yang paling utama, yaitu kewajipan untuk berbakti kepada ibuku. Dalam berbakti kepada ibuku itulah aku peroleh segala sesuatu yang kucari, yakni segala sesuatu yang hanya bisa difahami melalui tindakan displin diri dan pengabdian kepada Allah”, diantaranya yaitu:
Pada suatu malam ibu meminta air kepadaku. Maka aku pun pergi mengambilnya, ternyata di dalam tempayan kami tidak ada air, aku lihat dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong juga. Oleh kerana itu aku pergi ke sungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, , ternyata ibuku tertidur”.
”Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia meminum air yang ku bawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah oleh ku betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:
”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu bertanya, "aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, Jawab ku. Kemudian berkatak ku: ”Biarkan sahaja pintu itu setengah terbuka”.
Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan pesanan ibuku. Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang sering kulakukakan berkali-kali”.
Setelah si ibu memyerahkan anaknya kepada Allah, Abu Yazid meninggalkan Bustham, merantau dari satu negeri ke satu negeri selama 30 puluh tahun, dan melaluikan disiplin diri dengan terus berpuasa di siang hari dan betariqat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memeperolehi manafaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan.
KISAH 3: KEHEBATAN LELAKI SEJATI
“Tuan, engkau boleh berjalan di atas air!”, murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Abu Yazid. "Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga boleh,” Beliau menjawab. "Tapi engkau juga boleh terbang di angkasa.” “Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Abu yazid ke langit. "Engkau juga mampu pergi ke Ka’bah dalam semalam". “Setiap pengkelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Abu Yazid. “Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu. "Lelaki sejati,” jawab Abu Yazid: “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Allah”.
KISAH 4: ABU YAZID PERGI HAJI
Seorang tokoh sufi besar, Bayazid Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.”
Ia pun pergi haji pada peluang yang kedua berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, “Aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.”
Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Bayazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta’ala….”
KISAH 5: TAKUT MENGOTORKAN MASJID
Setiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al Bustami berdiri sebentar, kemudian menangis. “Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid,?” Tanya seseorang suatu ketika. Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid karena takut mengotori,” Jawab Abu Yazid Al Bustami.
KISAH 6: JANGAN SOMBONG
Suatu ketika ketika Abu Yazid Al Bustami sedang duduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.
Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al Bustami tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seorang dia melihat seseorang bermata satu menunggangi unta dan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al Bustami melihat tanda-tanda ketaqwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar berhenti.
Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “Kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Bustam bersama Abu Yazid, benarkah begitu?, Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “Dari mana asalmu?”
“Tak perlu kau tahu darimana aku. Kukatakan kepadamu bahwa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong di muka bumi ini kecuali Sang Pencipta jagad raya ini, Allah.” Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.
KISAH 7: JALAN TERBAIK DALAM KEROHANIAN
Kepada Abu Yazid pernah ditanyakan, ” Apakah yang terbaik bagi seseorang menusia di atas jalan kerohaniannya”. ”kebahagiaan yang merupakan bakat semenjak lahir”, jawab Abu Yazid. "Jika kebahagiaan seperti itu tidak ada?. "Tubuh badan yang sehat dan kuat”. "Jika tidak memiliki tubuh badan yang sehat dan kuat?. "Pendengaran yang tajam”. "Jika tidak memiliki pendengaran yang tajam?”. ”hati yang mengetahui”. "Jika tidak memiliki hati yang mengetahui?”. "mata yang melihat”. "Jika tidak memiliki mata yang melihat". ”Kematian yang segera”
KISAH 8: LUPA NAMA
Hampir setiap hari Abu Yazid Al Bustami begitu asyik dengan Tuhan. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama 30 tahun. “Anakku siapakah namamu?” Tanya Abu Yazid kepada murid tersebut. “Engkau suka mengolok-olokku, Guru,” kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamu tetapi hampir setiap hari engkau menanyakan namaku.” “Bukan aku mengolok-olokmu, Anakku,” Kata Abu Yazid Al Bustami. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”
KISAH 9: ABU YAZID DENGAN SI GURU BESAR
Abu Yazid mendengar bahawa di suautu tempat tertentu terdapat seorabg Guru besar dalam bidang ilmu. Dari jauh ia datang untuk menemuinya. Ketika sudah dekat, Abu Yazid meyaksikan betapa guru besar yang termashur itu meludah ke arah Kota Makkah, kerana itu segera ia memutar langkahnya. “Jika ia memang telah memperoleh semua kemajuan itu dari jalan Allah”, Abu yazid berkata mengenai guru tadi, “Niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang telah dilakukannaya tadi”.
KISAH 10: TAK PERNAH MELUDAH SEPANJANAG HAYAT
Diriwayatkan bahawa rumah Abu Yazid hanya kira-kira 40 langkah dari sebuah masjid, tetapi ia tidak pernah meludah ke arah jalan dan meghormati masjid tersebut.
KISAH 11: PERJALANAN ABU YAZID KE KAABAH MAKKAH
Perjakanan Abu yazid menuju kaabah memakan waktu 12 tahun penuh. Hal ini , kerana setiap kali bersua dengan sesoarang pemberi khutbah, yang memberikan pengajaran di dalam perjalannanya itu, Abu Yazid segrea mebentangkan sejadahnya dan melakukan solat sunat 2 rakaat.
Mengenai hai ini Abu Yazid berkata: ” kaabah bukanlah seperti serambi istana raja, tetapi suatu tempat yang dapat dikunjungi orang setiap saat”. Akhirnya sampailah ia ke kaabah tetapi ia tak pergi ke Madinah pada tahun itu juga. ”Tidaklah wajar kunjungan ku ke Madinah hanya sebagai pelengkap saja”, Abu Yazid menjelaskan , ”Aku akan mengenakan pakaian Haji yang berbeza bila mengunjungi Madinah ”.
Tahun berikutnya sekali lagi ia menunaikan ibadah haji. Ia mengenakan pakaian yang berbeza untuk setiap tahap perjalanannya sejak mulai menempuh padang pasir. Di sebuah Pekan dalam perjalanan tersebut, suatu rombongan besar telah menjadi anak muridnya dan ketika ia meninggalkan tanah suci, banyak orang yang mengikutinya. ”Siapakah orang-orang ini?”, ia bertanya sambil melihat ke belakang. “Mereka ingin berjalan bersamamu”, tedengar sebuah jawapan. "Ya Allah”, Abu Yazid memohon, “janganlah Engkau tutup penglihatan hamba-hamba Mu kerana ku”
Untuk menghilangkan kecintaaan murid tadi kepadanya dan agar diri nya tidak sampai menjadi penghalang bagi mereka , maka setelah selasai malakukan solat Subuh, Abu Yazid berseru kepada mereka: “sesungguhnya Aku adalah Tuhan mu, Tiada Tuhan selain Aku dan kerana itu sembahlah aku”. "Abu Yazid sudah gila!”, seru mereka kemudian meninggalkannya.
Syaikh Abu Yazid al Bustami adalah penganut agama Zoraster (majusi). Ayahnya adalah seorang di antara orang-orang terkemuka di daerah Bustham. Kehidupanbu Yazid yang luar biasa bermula semenjak dalam kandungan ibunya lagi.
Setiap kali aku menyuap makanan yang ku ragukan halal haramnya. Ibunya sering berkata kepada Abu yazid dalam kandungan nya , ”engkau yang berada di dalam perutku memberontak dan terus memberontak, selagi makanan yang aku makan tidak dimuntahkan kembali”.
KISAH 2: BERBAKTI KEPADA IBUNYA
Setelah tiba waktunya, si ibu menghantar Abu Yazid ke Masjid. Abu Yazid mempelajari al Quran. Pada suatu hari gurunya menjelaskan arti sepotong ayat dari surah Al Lukman yang berbunyi:B "Beterimakasihlah kepada Ku dan kepada kedua ibu bapa kamu”.
Ayat ini sangat mengentarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan berkata kepada gurunya: ”Izinkan saya pulang, ada yang perlu hamba katakan kepada ibuku”
Si guru memberi izin. Lalu Abu Yazid pulang ke rumahnya. Ibunya menyambutnya dengan kata-kata: "Thaifur, mengapa engkau pulang, apakah engkau mendapat hadiah atau ada sesuatu kejadian yang istimewa?”
”Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajianku sampai pada ayat di mana Allah memerintahkan agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu. Tetapi aku tidak dapat mengurus dua buah rumah dalam waktu yang serentak ibu Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Mintalah daku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang atau serahkanlah aku kepada Allah semata-mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.
”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari semua kewajibanmu terhadap aku. Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba Allah”.
Dikemudian hari, Abu Yazid berkata: "pada awalnya aku kira sebagai kewajipan paling mudah di antara yang lain-lainya, ternyata merupakan kewajipan yang paling utama, yaitu kewajipan untuk berbakti kepada ibuku. Dalam berbakti kepada ibuku itulah aku peroleh segala sesuatu yang kucari, yakni segala sesuatu yang hanya bisa difahami melalui tindakan displin diri dan pengabdian kepada Allah”, diantaranya yaitu:
Pada suatu malam ibu meminta air kepadaku. Maka aku pun pergi mengambilnya, ternyata di dalam tempayan kami tidak ada air, aku lihat dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong juga. Oleh kerana itu aku pergi ke sungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, , ternyata ibuku tertidur”.
”Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia meminum air yang ku bawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah oleh ku betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:
”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu bertanya, "aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, Jawab ku. Kemudian berkatak ku: ”Biarkan sahaja pintu itu setengah terbuka”.
Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan pesanan ibuku. Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang sering kulakukakan berkali-kali”.
Setelah si ibu memyerahkan anaknya kepada Allah, Abu Yazid meninggalkan Bustham, merantau dari satu negeri ke satu negeri selama 30 puluh tahun, dan melaluikan disiplin diri dengan terus berpuasa di siang hari dan betariqat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memeperolehi manafaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan.
KISAH 3: KEHEBATAN LELAKI SEJATI
“Tuan, engkau boleh berjalan di atas air!”, murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Abu Yazid. "Itu bukan apa-apa. Sepotong kayu juga boleh,” Beliau menjawab. "Tapi engkau juga boleh terbang di angkasa.” “Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Abu yazid ke langit. "Engkau juga mampu pergi ke Ka’bah dalam semalam". “Setiap pengkelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Abu Yazid. “Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu. "Lelaki sejati,” jawab Abu Yazid: “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Allah”.
KISAH 4: ABU YAZID PERGI HAJI
Seorang tokoh sufi besar, Bayazid Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.”
Ia pun pergi haji pada peluang yang kedua berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, “Aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.”
Pada haji yang ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Bayazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta’ala….”
KISAH 5: TAKUT MENGOTORKAN MASJID
Setiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al Bustami berdiri sebentar, kemudian menangis. “Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid,?” Tanya seseorang suatu ketika. Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid karena takut mengotori,” Jawab Abu Yazid Al Bustami.
KISAH 6: JANGAN SOMBONG
Suatu ketika ketika Abu Yazid Al Bustami sedang duduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.
Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al Bustami tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seorang dia melihat seseorang bermata satu menunggangi unta dan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al Bustami melihat tanda-tanda ketaqwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar berhenti.
Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “Kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Bustam bersama Abu Yazid, benarkah begitu?, Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “Dari mana asalmu?”
“Tak perlu kau tahu darimana aku. Kukatakan kepadamu bahwa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong di muka bumi ini kecuali Sang Pencipta jagad raya ini, Allah.” Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.
KISAH 7: JALAN TERBAIK DALAM KEROHANIAN
Kepada Abu Yazid pernah ditanyakan, ” Apakah yang terbaik bagi seseorang menusia di atas jalan kerohaniannya”. ”kebahagiaan yang merupakan bakat semenjak lahir”, jawab Abu Yazid. "Jika kebahagiaan seperti itu tidak ada?. "Tubuh badan yang sehat dan kuat”. "Jika tidak memiliki tubuh badan yang sehat dan kuat?. "Pendengaran yang tajam”. "Jika tidak memiliki pendengaran yang tajam?”. ”hati yang mengetahui”. "Jika tidak memiliki hati yang mengetahui?”. "mata yang melihat”. "Jika tidak memiliki mata yang melihat". ”Kematian yang segera”
KISAH 8: LUPA NAMA
Hampir setiap hari Abu Yazid Al Bustami begitu asyik dengan Tuhan. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama 30 tahun. “Anakku siapakah namamu?” Tanya Abu Yazid kepada murid tersebut. “Engkau suka mengolok-olokku, Guru,” kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamu tetapi hampir setiap hari engkau menanyakan namaku.” “Bukan aku mengolok-olokmu, Anakku,” Kata Abu Yazid Al Bustami. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”
KISAH 9: ABU YAZID DENGAN SI GURU BESAR
Abu Yazid mendengar bahawa di suautu tempat tertentu terdapat seorabg Guru besar dalam bidang ilmu. Dari jauh ia datang untuk menemuinya. Ketika sudah dekat, Abu Yazid meyaksikan betapa guru besar yang termashur itu meludah ke arah Kota Makkah, kerana itu segera ia memutar langkahnya. “Jika ia memang telah memperoleh semua kemajuan itu dari jalan Allah”, Abu yazid berkata mengenai guru tadi, “Niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang telah dilakukannaya tadi”.
KISAH 10: TAK PERNAH MELUDAH SEPANJANAG HAYAT
Diriwayatkan bahawa rumah Abu Yazid hanya kira-kira 40 langkah dari sebuah masjid, tetapi ia tidak pernah meludah ke arah jalan dan meghormati masjid tersebut.
KISAH 11: PERJALANAN ABU YAZID KE KAABAH MAKKAH
Perjakanan Abu yazid menuju kaabah memakan waktu 12 tahun penuh. Hal ini , kerana setiap kali bersua dengan sesoarang pemberi khutbah, yang memberikan pengajaran di dalam perjalannanya itu, Abu Yazid segrea mebentangkan sejadahnya dan melakukan solat sunat 2 rakaat.
Mengenai hai ini Abu Yazid berkata: ” kaabah bukanlah seperti serambi istana raja, tetapi suatu tempat yang dapat dikunjungi orang setiap saat”. Akhirnya sampailah ia ke kaabah tetapi ia tak pergi ke Madinah pada tahun itu juga. ”Tidaklah wajar kunjungan ku ke Madinah hanya sebagai pelengkap saja”, Abu Yazid menjelaskan , ”Aku akan mengenakan pakaian Haji yang berbeza bila mengunjungi Madinah ”.
Tahun berikutnya sekali lagi ia menunaikan ibadah haji. Ia mengenakan pakaian yang berbeza untuk setiap tahap perjalanannya sejak mulai menempuh padang pasir. Di sebuah Pekan dalam perjalanan tersebut, suatu rombongan besar telah menjadi anak muridnya dan ketika ia meninggalkan tanah suci, banyak orang yang mengikutinya. ”Siapakah orang-orang ini?”, ia bertanya sambil melihat ke belakang. “Mereka ingin berjalan bersamamu”, tedengar sebuah jawapan. "Ya Allah”, Abu Yazid memohon, “janganlah Engkau tutup penglihatan hamba-hamba Mu kerana ku”
Untuk menghilangkan kecintaaan murid tadi kepadanya dan agar diri nya tidak sampai menjadi penghalang bagi mereka , maka setelah selasai malakukan solat Subuh, Abu Yazid berseru kepada mereka: “sesungguhnya Aku adalah Tuhan mu, Tiada Tuhan selain Aku dan kerana itu sembahlah aku”. "Abu Yazid sudah gila!”, seru mereka kemudian meninggalkannya.
0 response to "Akhlaq Mulia Syaikh Abu Yazid Al Bustami R.A."
Post a Comment