Amalan Personal Pengikut Tarekat Muktabarok
Yang dimaksud dengan amalan personal adalah amalan yang seharusnya dikerjakan oleh pribadi murid (pengikut) tarekat secara mandiri dan istiqamah melalui bimbingan dari Mursyid, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan amalan tersebut bisa dilakukan secara berjama’ah. Memang amalan-amalan tersebut biasanya dilatih masing-masing personal murid secara individual. Amalan-amalan itu adalah:
a). Dzikir
Kata dzikir sebenarnya merupakan ungkapan dan pemendekatan kalimat “dzikrullah” ,Ia merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap tarekat. Yang dimaksud dengan dzikir dalam suatu tarekat adalah mengingat dan menyebut nama Allah, baik secara lisan maupun secara batin (jahr / sirri atau khafi). Di dalam tarekat, dzikir diyakini sebagai cara yang paling efektif dan efesien untuk membersihkan jiwa dari segala macam kotoron dan penyakit-penyakitnya, sehingga hampir semua tarekat mempergunakan metode ini. Bahkan dalam istilah tasawuf, setiap yang disebut tarekat, maka yang dimaksudkan adalah tarekat dzikir.
b). Muraqabah
Kontemplasi atau muraqabah duduk bertafakkur atau mengheningkan cipta dengan penuh kesungguhan hati, dengan penghayatan bahwa dirinya seolah-olah berhadapan dengan Allah, meyakinkan hati bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhatikannya. sehinggad “latihan” muraqabah ini seseorang akan memiliki nilai ihsan yang baik, dan akan dapat merasakan kehadiran Allah di mana saja dan kapan saja ia berada. Ajaran muraqabah ini bermacam-macam, dan memiliki beberapa pembagian. Ada di antara tarekat yang mengajarkan satu macam (tingkatan), ada yang empat. ada yang tujuh, dan bahkan ada yang dua puluh macam atau tingkatan muraqabah.
c). Rabithah
Rabithah adalah mengingat rupa guru (syaikh) dalam ingatan seorang murid. Praktek rabithah ini merupakan adab dalam pelaksanaan dzikir seseorang. Yaitu sebelum seorang dzakir melaksanakan dzikirnya, maka terlebih dahulu ia harus mereproduksi ingatannya kepada syekh yang telah menalqin dzikir yang akan dilaksanakan tersebut. Bisa berupa wajah syekh, seluruh pribadinya, atau prosesi ketika ia mengajarkan dzikir kepadanya. Atau bisa juga hanya sekedar mengimajinasikan seberkas sinar (berkah) dari syekh tersebut. Rabithah ini harus dilakukan oleh seorang dzakir dengan maksud antara lain sebagai pernyataan bahwa apa yang diamalkan itu adalah berdasarkan pengajaran dari seorang syekh yang memiliki otoritas (semacam referensi). Rabithah juga berfungsi sebagai mengambil dukungan spiritual dari seorang syekh. Dengan melakukan rabithah yang benar dan sempurna, seorang dzakir akan terhindar dari was–was (keraguan) dan godaan setan.56 Rabithah ini terkadang juga disebut tawajjuh, karena proses rabithah harus mengimajinasikan diri seolah – olah sedang berhadapan dengan syekhnya, sebagaimana syehnya mengajarkan dzikir kepadanya dahulu.
d). Mengamalkan Syari’at
Dalam tarekat (yang kebanyakan merupakan jama’ah para sufi sunni), menepati syari’at merupakan bagian dari bertasawuf (meniti jalan mendekati kepada Tuhan). Karena menurut keyakinan para sufi sunni, justru prilaku kesufian itu dilaksanakan dalam rangka mendukung tegaknya syari’at. Sedangkan ajaran-ajaran dalam agama Islam, khususnya peribadatan mahdlah, merupakan media atau sarana untuk membersihkan jiwa. Seperti: bersuci dari hadas, shalat, puasa maupun haji.
e). Melaksanakan Amalan-Amalan Sunnah
Di antara cara yang diyakini dapat membantu untuk membersihkan jiwa dan segala macam kotoran dan penyakit-penyakitnya, adalah amalan -amalan sunnah. Sedangkan di antara amalan-amalan tersebut yang diyakini memiliki dampak besar terhadap proses dan sekaligus hasil dari tazkiyat aI-nafsi adalah: membaca al-Qur’an dengan menghayati arti dan maknanya, melaksanakan shalat malam (tahajjud), berdzikir di malam hari, banyak berpuasa sunnah dan bergaul dengan orang-orang shaleh.
f). Berprilaku zuhud dan Wara’
Kedua prilaku sufistik ini akan sangat mendukung upaya tazkiyat al-nafsi, karena zuhud adalah tidak adanya ketergantungan hati pada harta dan hal-hal yang bersifat dunia lainnya. Dan Wara’ adalah sikap hidup yang selektif, orang yang berprilaku demikian tidak berbuat sesuatu, kecuali benar-benar halal dan benar-benar dibutuhkan. Dan rakus terhadap harta akan mengotori jiwa demikian juga banyak berbuat yang tidak baik, memakan yang tidak jelas status lahal-haramnya (syubhat) dan berkata sia-sia akan memperbanyak dosa dan menjauhkan diri dari Allah, karena melupakan Allah.
g). Khalwat atau ‘uzlah
Khalwat atau ‘uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk pikuknya urusan duniawi. Sebagian tarekat tidak mengajarkan khalwat dalam artian fisik, karena menurut kelompok tarekat ini khalwat cukup dilakukan secara hati (khalwat qalbiyah). Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan dengan mengambil I‘tibar kepada sejarah perjalanan spiritual (sirah) Nabi, ketika beliau sering melakukan pengasingan diri (tahannuts) atau khalwat di Gua Hira', menjelang masa pengangkatan kenabiyannya. Tahannus atau khalwat Rasulullah saw. di Gua Hira’ tidak termasuk dalam syari’at Islam, karena pada sa’at itu Rasul belum diangkat sebagai nabi atau rasul. Tetapi dalam pandangan ahli tasawuf semua perilaku Rasul baik sesudah maupun sebelum pengangkatan (bi’tsah) kerasulannya merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan seorang muslim.
Dan dalam pelaksanaannya, khalwat ini diisi dengan berbagai macam kegiatan ibadah (mujahadah) atau merupakan upaya yang sungguh-sungguh dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam tradisi Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa dan Sumatra istilah khalwat, Iebih dikenal dengan istilah suluk
0 response to "Amalan Personal Pengikut Tarekat Muktabarok"
Post a Comment