Prinsip Amaliyah Tarekat Naqsyabandiyah V
Pengingatan yang Penting (“Yad Kard”)
Arti dari ‘Yad’ adalah Zhikr dan arti dari ‘kard’ adalah inti dari Dhikr.Pencari harus melakukan Zkir dengan penolakan dan penerimaan di lidahnya sampai ia mencapai tingkat kontemplasi dalam hati (muraqaba). Tingkatan ini akan dicapai dengan membaca penolakan (LAA ILAHA) dan penerimaan (ILLALLOH) oleh lidah setiap hari, antara 5,000 dan 10,000 kali, membuang elemen yang menodai dan mengeraskan hati.
Zikir ini memoles hati dan mengangkat pencari ke tingkat Manifestasi. Ia harus menjaga zhikr harian tersebut, baik melalui hati atau lidah, mengulang ALLAH, nama Esensi Tuhan yang mengandung semua Nama dan Atribut lain, atau dengan penolakan dan penerimaan melalui pembacaan LAA ILAHA ILLALLOH.
Zikir harian ini akan membawa pencari ke hadirat yang sempurna dari yang Esa, yang dipuja. Zhikr dengan penolakan dan penerimaan dalam tatakrama Para Guru Sufi Naqshbandi, mengharuskan pencari untuk menutup mata, mulut, mengatupkan gigi, menempelkan lidah ke langit-langit rongga mulut, dan menahan nafas. Ia harus membaca zhikr dengan hati (penolakan dan penerimaan) dimulai dengan kata LAA (“Tidak”).
Ia mengangkat “Tidak” ini dari bawah pusar ke pikirannya. Sampai didalam pikiran, kata “Tidak” mengeluarkan ILAHA (“Tuhan”), bergerak dari otak ke bahu kiri, dan mengenai hati dengan ILALLOH (“kecuali Tuhan”).
Ketika kata itu mengenai hati, maka energy dan panasnya menyebar ke semua bagian tubuh. Pencari yang telah menolak semua yang ada di dunia dengan kata LAA ILAHA ILLALLOH sebanyak 23 kali. Seorang sheikh yang sempurna dapat mengulang LAA ILAHA ILLALLOH dengan jumlah tak terbatas disetiap nafas.
Arti dari ibadah ini adalah bahwa tujuan tunggalnya ialah ALLAH dan tidak ada tujuan lain bagi kita. Melihat Kehadirat Illahi sebagai Keberadaan Tunggal setelah semua mengenai hati murid dengan cinta Nabi dimana beliau bersabda, MUHAMMADUN RASULULLOH (“Muhammad adalah utusa Alloh”) yang merupakan hati dari Kehadirat Ilahi.
Yang kelima adalah yad kard, yad artinya mengingat (dzikir) dan kard adalah mengerjakan dzikir, jadi maksudnya adalah dzikir yang dilakukan secara terus menerus, yang diawali dengan dzikir nafi istbat (laa Ilaaha Illallaah) dengan lidahnya, yang kemudian bersama-sama dengan hatinya.
Syaikhuna mengajarkan kepada murid-muridnya cara melakukan dzikir ini : “‘Laa ilaaha’ artinya ‘dinafikan’ (ditiadakan) yang lain, ‘illa Allah’ artinya ‘diisbatkan’ (dikukuhkan) ke dalam Qalbu, hanya Allah saja yang wajib disembah. Pada saat itulah Allah teresakan seesa-esanya, lupakan dulu anak, istri, harta benda yang kita cintai, perniagaan yang kita bangga-banggakan, termasuk diri kita, atau apa saja yang menjadikan kemusyrikan, yang mengotori Qalbu.”
Saat menyebut, ‘Laa’ yang berarti ‘tidak,’ bayangkan berupa cahaya berwarna keemasan, ditarik dari bawah pusar tiga jari, karena di situlah sumber enerji, enam harakat banyaknya sampai ke ubun-ubun kepala. Kemudian menyebut ‘illaaha,’ diturunkan ke pundak sebelah kanan dua harakat banyaknya. Lalu menyebut ‘illa Allah,’ diturunkan dari pundak sebelah kanan ke Latifatul Qalbi, tempatnya dua jari dibawah susu kiri, agak kekanan sedikit, dua harakat lamanya.
Di situlah bercampur, tempat kerajaan syaithan, tempat keburukan, tempat kebahagiaan, tempat kebodohan, kesombongan indriawi, takabur dan segala macam penyakit hati. Saat itulah terhapus segala macam rasa gundah yang ada di dalam hati, kesusahan-kesusahan, keluhan-keluhan, sirna di saat itu, dengan mengatakan yang sebenar-benarnya Laa illaaha illa Allah.
Lalu ketika dzikirnya bertambah cepat, ‘Laa illaaha illa Allah...Laa illaaha illa Allah...Laa illaaha illa Allah,’ maka lupakan yang lain kalau ingin membersihkan tauhid, kalau ingin mengerjakan amal saleh, dan kalau ingin menjauhi kemusyrikan. Untuk mencapai Liqa Allah, lupakan semua yang lain. Yaa Allah aku sedang terpisah dengan yang lain, aku sedang berhadapan dengan Engkau saja.”
0 response to "Prinsip Amaliyah Tarekat Naqsyabandiyah V"
Post a Comment