Biografi Al Arif Billah Syaikhona KH. Latifi Baidhowi
SEKILAS
RIWAYAT DAN FATWA
K.H. LATHIFI BAIDHOWI
PONPES RUBATH AN NAQSYABANDIYAH
SUKOSARI - GONDANGLEGI - MALANG
JAWA TIMUR
Penulis:
Mohammad Karim
Penyunting:
Drs.Ahmadi Ali
Drs.Wahyudi
Erna, S. Psi
M.S. Hadi
Devi Rahmania
Zuhdi
Penerbit:
PONPES RUBATH ANNAQ SYABANDIYAH
Sukosar Gondang legi, Malang
Editor Pelaksana:
Hasanah
Design Sampul:
Hartono Zain
Penanggung Jawab Produksi:
K.H.Zahid
KATA PENGANTAR
BismiIIahirrahmanirrohim,
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas terbitnya buku ini. Lantaran hanya berkat rahmat-Nya buku ini akhirnya sampai di tangan Ikhwan dan Akhwat se-Naqsyabandiyah di mana saja anda berada. Sholawat dan salam kami haturkan kepada Baginda junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para shahabat nya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Pada akhir tahun 1993 ada seorang murid tarekat yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat ,meminta kepada Hadratus Syeik K.H. Lathifi untuk menulis riwayat hidup. Dengan rendah hati Hadratus Syeik menolak permintaan ini, karena beliau merasa dirinya tidak pantas untuk dipublikasikan.
Namun murid tarekat tersebut tetap meminta dan memintanya dengan alasan untuk kepentingan Naqsyabandiyah dan punya maksud ingin menjadikan buku ini sebagai kenang-kenangan untuk murid-murid Hadratus Syeik yang tersebar di penjuru Nusantara Si ngkat cerita akhirnya beliau menuruti permintaan murid terdekat itu.
Pada awal tahun 1994 Hadratus Syekh menugaskan saya sebagai penulisnya Hadratus Syehk menyerahkan daftar tulisan tangan ber bahasa madura dan meminta saya untuk menulis dan menyusunnya menjadi sebuah buku.
Walaupun saya tidak terlalu berpengalaman dalam bidang jurnalistik, saya tarima juga tugas berat ini. Dalam menulis buku ini saya menggunakan metode yang sangat sederana. Saya menterjemahkan tulisan tangan Hadratus Syekh kedalam bahasa lndonesia dan beberapa kali saya meminta keterangan atau mengadakan wawancara singkat untuk memperluas sedikit riwayat.
Agar tidak terjadi kesalahan riwayat dan fatwa saya men-tashihnya kembali (koreksi) hingga empat kali kepada Hadratus Syekh.
Buku sekilas autobiografi dan fatwa akhinya selesai saya susun(tulis) pada bulan Juli l994.Dan saya menyerahkan buku ini kepada Hadratus Syekh untuk diberikan kepada murid tarekat yang memintanya itu, Namun murid tarekat Pontianak itu tampaknya kesulitan biaya untuk menerbitkan, dan dia mengembalikan lagi buku ini kepada Hadratus Syekh.
Akhirnya Hadratus Syekh menghadiahkan dan mengijinkan saya untuk mempublikasikannya dikemudian hari. Buku autobiografi dan fatwa ini saya simpan hingga Hadratus Syektr wafat tanggal 25 Juni 1996. Dan buku ini tetap berada di tangan saya hingga akhirnya bisa diterbitkan pada tahun 2004 ini.
Sayai ngin mengucapkan terima kasih kepada keluarga Hadratus Syekh dan kawan-kawan yang telah membantu saya. Semoga buku sederhana ini bermanfaat untuk saya dan kawan-kawan se-Naqsyabandiyah di pelbagai Propinsi di Nusantara ini. Wabillahi Taufiq wal hidayah.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............
Daftar Isi ...............
RIWAYAT
I. AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN-TAHUN KEHIDUPAN....
A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama hingga Remaja
B. Masa-masa Sulit
C. Masa Mempertahankan kemerdekaan ..............
II. BERBAI'AI DAN MENGUNDANG GURU MURSYID.
III. DIANGKAT GURU MURSYID ..................
A. Diangkat oleh Almukarrom KH. Ali Wafa sebagai Khalifahnya......
B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi-Maliki Al-Hasani.
C. Diundang kepelbagai Propinsi sejak Tahun 1976-1994................
FATWA THORIQOH ANNAQSYABANDIYAH AL-MUDZHARIYAH SYUKUR ...........:....... .......
HUJJAH .........
PERTANTYAAN-PEKTANYAAN DUA MALAIKAT DI DALAM KUBUR KEPUSTAKAAN NAQSYABANDAH......... ..................
RIWAYAT
AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN - TAHUN KEHIDUPAN
A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama Hingga Remaja
KH. Iathifi Baidhowi demikianlah nama umum saya yang dikenal, orang tua Saya sendiri memberi nama Muhammad Sholeh. Ayahanda saya bernama Haji Baidhowbi in Ismail dari Desa umbul Kecamatan Tambulangan Kabupaten sampang Madura. Ibunda saya bernama Hajah Khotijah keturunan banjar-Tambulangan yang juga masih Kabupaten Sampang Madura.
Orang tua sayapindah dari Desa Umbul ke Desa Sukosar Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang, sekitar tahun 1900-an. Dan di Sukosarilah saya dilahirkan pada tahun1919. Sayangnya saya sendiri tidak mengetaui secara pasti tanggal dan bulannya (Allahua'lam), tetapi yang jelas tahun tersebut adalah awal tahun kehidupan di asuh orang tua saya sendir.
Meskipu masih kanak-kanak Ayahanda saya sudah mendidik ilmu agama kepada saya secara harmonis sekali. Pada waktu itu kepada ayahanda, saya sudah mengaji Qur'an Kitab Safinatunnajah, sullam taufiq, Jurmiyah' izzi dan ilmu tasrif setiap harinya.
Setelah dikitan berusia 7 tahun, lalu saya diambil dan diasuh bibinda saya yang bernama Nyai Khotijah ( Nyai Khotija ini adalah saudara perempuan ayahanda saya atau istri Almukarram Kiai Syamsuddin).
Disana saya belajar ilmu nahwu, ilmu tasrif, ilmu tauhid, dan lain-lain. Oleh karena di sana cukup banyak santri, saya mendapat tugas dari paman (Kyai syamsuddin) untuk mengajar santri bagian kumpung, mengajar bab sholat, imam, tauhid, rukun lslam,rukun Iman dan Sifat-sifat Allah yang Dua Puluh. Sudah menjadi kebiasaan, tiap tiap hari Jum'at santri-santri bagian kampung yang belajar kepada saya, dengan Kiai Syamsudddin di tes atau diuji di muka umum di masjid pinggiran.
yang mendengarkan adalah para jemaah jum'at dengan kiai syamsuddin. Diadakan soal-jawab seputar rukun Islam, rukun Iman dan lain-lain; artinya Kiai mengajar masyarakat umum sambil diadakan cerdas-cermat antara guru dengan santrinya.
Setelah diasuh oleh keluarga Kiai Syamsuddin di Desa Umbul selama tujuh tahun yaitu sejak tahun 1926 , maka pada tahun 1932 saya dengan Kiai Syamsuddin dibawa dan dimondokkan kepada Almukarram Kiai Zainal Abidin Kwanyar Kabupaten Bangkalan. 1 Lalu saya mengaji Kitab Muhtashor dan kitab Kafrawi. Dengan kesan baik Kiai ZainalAbidin menerima saya. Saya setiap harinya disuh membantu di rumahnya seperti menyapu halaman, mengisi air kamar mandi, membantu di dapur dan berbelanja ke pasar.
Setelah mondok di pondoknya Kiai Zainal Abidin selama dua tahun, maka pada tahun 1934 saya pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Makki Hasbullah di Kauman (masjid Kota Sampang).
Usia saya di sini sudah beranjak umur 15 tahun. Di pondok saya belajar atau mengaji kitab-kitab seperti Mutammimah, Imrithi, Qotrunnada, Syadur dzah ab. Ilmufiqih. Fathul mu'in, Fathul Qorib, Fathul Wahhab dan lail-lain. Ilmu badi', Kitab Showi dan lainlan. Ilmu tafsir Kitab Jalalain dan Hammami, selain itu sayajuga mempelajari IImu 'urud. Saya tinggal di pondok ini selama empat tahun.
Kemudian pada tahun 1938 saya melanjutkan pelajaran, pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Shonhaji Jazuli di Tengginah Kabupaten Pamekasan.
Di sana saya mengaji ilmu faro'id dani lmu falaq. Karena bakat dan ketekunan penyantrian, maka pada tahun itu, Kiai Shonhaji Jazuli menyuruh kepada saya untuk meyusun sebuah buku mengenai ilmu Faroid dengan menggunakan jadwal.
Setelah hampir tiga tahun menjadi santri Kiai Shonhaji Jazuli, kemudian pada akhir tahun 1940 saya melanjutkan penyantrian, pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Khosni di Siwalan Panji Buduran Kabupaten Sidoarjo. Disana saya mondok hampir selama duatahun, hingga penjajah Jepang pada bulan Maret 1942 datang ke Indonesia menggantikan kedudukan penjajah Belanda.
B. Masa-masa Sulit
Setelah mondok di Sidoarjo, hampir bersamaan dengan datangnya penjajah Jepang, saya dibawa pulang ke Sukosari oleh orang tua. Enam bulan setelah Jepang ada di Indonesia, dengan orang tua, saya dikawinkan dengan putri Haji Hasan yang bernama Hajjah Latifah; tempat tinggalnya di Daerah Bululawang (kira-kira 2 Km ke Utara Gondanglegi).
Selama pemerintahan Jepang saya tinggal di Bululawang. Sebagaimana telah diketahui sejarah, penjajah Jepang sangat bengis sekali, lebih brutal dari penjajah Belanda sebelumnya. Jepang secara dramatis menghancurkan tatatanan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia tanpa ampun. Mereka memeras, menyiksa dan membodohi rakyat. Hal ini berlaku di mana-mana seperti halnya di Bululawang.
Saya dengan pemerintah Jepang didaftar dijadikan keibondan (sekarang semacam hansip)2. saya dilatih baris-berbaris dan semacamnya setiap hari. Bahkan sebelum Jepang akan mengalami kekalahan perang dengan sekutu.
pemerintah Jepang yang ada di lndonesia khawatir lalu merekrut rakyat pribumi untuk dilatih militer. Untuk menghadapi dan mengantisipasi serangan sekutu ke Indonesia mereka membodohi rakyat dan bersesumbar' hancurkan musuh kita itulah Inggris dan Amerika! "
Oleh sebab itu, tentara Jepang yang ada di Malang juga mendaftar saya untuk dilatih militer, malahan tidak tanggung-tanggung saya didaftar sebagai anggota pasukan Jibaku (pasukan berani mati). Pasukan Jibaku adalah pasukan elite Jepang pada waktu itu.
Saya di didik dan dilatih militer secara disiplin tinggi, layaknya semacam korp pasukan khusus; menggunakan bom, membuat ranjau dan lain-lain. Namun akhimya pada bulan Agustus 1945, dua kota di negara Jepang dibom oleh Amerika yaitu Nagasaki dan Hirosima.
Sehingga tentara Jepang yang ada di Malang pun saya lihat tidak terkoordinir alias kocar-kacir. Malahan banyak yang dibunuh oleh pemuda-pemuda Indonesia karena mereka dulunya sangat kejam, bahkan banyak yang melakukan bunuh diri ataupun lari ke gunung-gunung dan goa-goa.
Dahulu penjajah Jepang membentuk barisan dari orang-orang pribumi berupa: heiho, fujinkai, seinendan, peta(pembela tanah air) dan lain-lain. Lihat Kepustakaan.
C. Masa Mempertahankan Kemerdekaan
Sebagaimana telah ditulis sejarah setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal I7 Agustus I945, Belanda ingin menjajah lagi di negara kita dengan membonceng tentara sekutu.
Tetapi rakyat, para Kiai dan tokoh-tokoh masyarakat sepakat untuk mempertahankan negara kita akhirnya meletuslah perang gerilya di mana-mana (termasuk di daerah Malang sendiri).
Selama peperangan gerilya" saya masuk anggota pasukan Hizbullah atau pasukan Mujahidin di bawah pimpinan Kiai Ilyas dari Jawa Tengah. Saya bersama pasukan Hizbullah bergabung dengan tentara divisi Sawunggaling yang ada di Surabaya.
Di dalam perang gerilya saya, membawahi 40 barisan gerakan dari tentara Hizbullah yang hanya bersenjata takiyari (bambu runcing). Karena memang sudah pengalaman di latih pasukan elite Jepang saya dalam membawahi pasukan Hizbullah diberi pangkat Letnan.
Saya juga memimpin sebuah pasukan elite Hizbullah yang bernamabarisan maling. Barisan maling ini bertugas untuk mencuri senjata dan amunisi di pos-pos atau markas tentara Belanda terutama di daerah Sidoarjo. Hasil pencurian senjata dan amunisi selanjutnyaya diserahkan kepada BKR (Badan Keamanan Rakyat). Pada waktu itu, para pejuang kemerdekaan memang sangat kekurangan senjata.
Peperangan gerilya memakan waktu agak lama Saya hampir tertangkap oleh Belanda pada waktu memperoleh tugas dari Kiai Ilyas untuk mengontrol keadaan tentara Hizbullah yang ada di Madura.
Untuk melaksanakan tugas, saya menyeberang ke pulau Madura menyamar sebagai seorang santri. Saya naik perahu tumpangan dari Pasuruan ke Sampang. Setelah tiba di Madura, saya mengkoordinir Barisan Hizbullah dan mematai-matai keadaan posisi tentara Belanda di sana selama beberapa hari.
Usai melaksanakan tugas, saya kembali ke Jawa mengambil rute yang sama yaitu saya naik perahu tumpangan lagi dari sampang. Namun, di tengah perjalanan pulang tiba-tiba perahu yang saya tumpangi dikejar dan diperintahkan untuk berhenti oleh kapal perang (patroli) Belanda. Ditengah laut perahu akhimya berhenti. Saya lihat dari geladak, para awak kapal perang menodongkan senjata
mesin ke arah perahu. Sembari menurunkan tangga ke perahu, mereka memerintahkan agar semua penumpang untuk naik ke atas kapal perang. Saya lihat para penumpang banyak yang panik sewaktu mereka naik satu persatu ke atas kapal.
Setelah semua para penumpang berkumpul di geladak kapal, langsung digeledah dan diperiksa satu persatu serta diminta menunjukkan surat identitas.
Sewaktu giliran saya di periksa saya tenang-tenang saja, sebab saya sudah membungkus surat dokumen dan identitas ke dalam bumbung ( selongsong bambu yang telah dibungkus plastik) dan menyembunyikannya serta mengikatnya dibawah perahu yang saya tumpangi itu. Karena tidak bisa menunjukkan surat identitas, akhirnya saya ditahan seorang diri di dalam WC kapal.
Para awak kapal menaruh rasa curiga menggeledah dan menginterogasi apa di antara para penumpang terdapat seorang ekstrimis (pejuang). Selama 2 jam, sambil menodongkan senjata dengan bahasa Belanda mereka membentak bentak.
Para penumpang banyak yang gemetar dan menangis. Karena tidak menemukan apa yang mereka cari ( ekstrimis/pejuang), akhirnya para penumpang diturunkan kernbali ke perahu. (Saya yang selama 2 jam disekap di dalam WC kapal, akhirnya dilepas juga). Karena banyak yang panik, waktu akan dilepaskan, para penumpang perorangnya diberi sepotong keju.
Setelah berada di perahu dan kapal perang Belanda sudah pergi, saya lihat para penumpang merasa lega hatinya, walaupun masih ada yang bersungut sungut dan menggerutu. Ditengah suasana yang demikian, lalu saya memperlihatkan I4 stel kaos baju. "Gus, dapat dari mana kaos-kaos bagus sebanyak itu ?" tanya para penumpang terheran-heran.
"Tadi sewaktu saya ditahan di dalam WC kapal, saya melihat kaos kaos baju milik awak kapal belanda ini digantungkan di sana. Lalu saya pakai dan selebihnya saya sembunyikan di balik baju saya. Waktu saya dilepas, belanda belanda itu tidak melihat saya membawa kaos-kaos bajunya." Jawab saya tersenyum. Mendengar saya bercerita demikian semua penumpang tertawa terpingkal-pingkal.
"Wah, Sampeyan itu pemberani ! Sampeyan' kan sudah tahu, sewaktu berada di kapal perang, para penumpang kita ini banyak yang gemetar dan menangis. Eh ! kok malah Sampeyan yang balas dengan cara mencuri terang terangan kaos-kaos milik tentara Belanda itu !" canda pengemudi perahu yang disambut sorak dan gelak tawa para penumpang. "Gus, bagi-bagikan saja untuk kami," gurau penumpanya yang lain. "Ambil saja dah semuanya memang untuk kalian kok."Ucap saya tersenyum.
Diberi kesempatan demikian mereka lalu berebutan untuk mengambilnya. Dengan tertawa terbahak-bahak mereka tidak borhenti bergurau.
Pembaca harap maklum. Mereka tidak tahu bahwa saya adalah komandan Barisan Maling dari gerakan perjuangan laskar Hizbullah. Mereka bertanya kenapa tidak ikut takut menghadapi awak kapal perang Belanda. Dan mereka heran kenapa saya tanpa rasa takut secara terang terangan mengambil kaos-kaos baju milik awak kapal perang itu. Sebab kalau kepergok; apalagi tidak punya surat identitas, maka saya mungkin ditembak mati atau dibawa ke Surabaya sebagai tawanan perang.
Kepada mereka saya tetap menyembunyikan atau tidak mengaku bahwa saya adalah seorang pejuang. Kejadian ini secara tidak sengaja saya telah membuat hiburan bagi para penumpagnya yang ketakutan akibat operasi militer patroli kapal perangit. Akhirnya perahu angkutan orang-orang sipil ini berlayar meneruskan perjalanannya kembali dengan selamat hingga tiba di pantai daerah Kabupaten Pasuruan.
Sebagai seorang pejuang, saya pun bisa dalam membuat bom dari bumbung (sejenis dinamit atau bahan peledak yang dibungkus selongsong bambu).
Keterampilan ini saya peroleh atas pelatihan militer pasukan Jibakutai sebelum kemerdekaan. Dinamit bambu ini hanya digunakan untuk melumpuhkan kendaraan lapis baja yaitu dengan cara digilaskan kepada kendaraan tersebut.
Meskipun kerusakan tidak seberapa para, itupun sudah cukup untuk melumpuhkan dan membingungkan pasukan Belanda
Suatu kengerian dalam perang yaitu menyerang ataupun di serang adalah hal yang rutinitas.Kadang-kadang, serdadu Belanda menyerang atau menggempur para pejuang kita secara mendadak ataupun bertindak curang. Saya pernah bersama dengan beberapa anak buah dikepung dan dihujani peluru bertubi-tubi oleh serdadu Belanda yang memang pada saat itu saya tidak siap melayani mereka akhirnya dengan segala dan upaya saya bersama dengan anak buah mundur, dengan korban I orang tewas dipihak saya.
Suatu hal yang unik pada waktu bangsa kita ditangani Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ternyata para personel pasukan keamanan ini ada juga yang beragama Islam, yaitu keturunan orang India. Saya pernah beberapa kali menjadi imam dalam sholat berjamaah yang makrnum-makmumnya juga ter diri dari pasukan-pasukan KTN (Komisi Tiga Negara).
Peristiwa ini terjadi pada waktu diadakan gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia, yang sementara pada waktu itu dilarang untuk saling menyerang'
Dalam gerakan Barisan Maling (seperti namanya agak terkesan negatif tetapi sebenamla tidak demikian), Kiai Ilyas melarang barisan ini mencuri uang, melainkan hanya dikhususkan untuk mencuri, senjata dan anunisi dimarkas Tentara Belanda Pasukan saya ini jika sudah diperintah (beroperasi), secara gagah berani mencuri senjata di siang hari, dan biasanya pasukan Belanda dibuat bengong dan tidak bisa melihat. Mereka tidak sadar senjata dan amunisinya kami curi- Untuk barisan maling ini dibekali hizib-hizfo 4
Demikianlah sepintas saja peristiwa pada saat itu, yang awal akhir kenyataannya memang saya berada di lapangan peperangan gerilya yang berlangsung cukup seru dan pada saat bangsa kita mempertahan kamerdekaan memang banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Sementara juga perjanjian-perjanjian genjatan senjata di adakan konfirensi-konfiresi yang ditangani PBB pun berjalan alot, tetapi bangsa Indonesia memang tetap tidak mau di jadikan budak jajahan oleh negara lain, hingga akhirnya penjajah Belanda harus angkat kaki dari Persada Nusantara ini pada tahun 1949'
Karena jasa-jasa saya ikut serta dalam membela bangsa dan negara,maka pada tahun I950 saya didaftar dengan di beri penghargaan oleh Pemerintah RI; saya dimasukkan sebaga Vieteran perang dan akan diberi gaji pensiunan tetap dalam setiap bulan. Tetapi saya tidak mau dan menolaknya karena mulai awal “niat saya hanya berjuang membela bangsa dan negara."
4.Untuk Jawa Timur, bagian Timur, dari kalangan Barisan Hizbullah, Barisan Maling Pipimpin oleh Almarhum KH. As'ad Syamsul Arifin. Kiai ini memimpin Barisan malingnya untuk mencuri senjata di garnisun tentar jaepang yang ada di daerah Kabupaten Bondowoso. Kiai ini adalah ulama terkenal dari Organisasi NU serta pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Desa Sukorejo Asembagus Kabupaten Situbondo ( informasi dari alumni ponpes ini bernama Fadliyah yang berusia 75 tahun, seperti yang juga telah diberitakan sebuah media pers beberapa tahun yang lalu).
BERBAI'AT DAN MENGUNDANG GURU MURSYID
Pada, akhir tahun 1942 saya berbai'at Thoriqoh An Naqsyabandiyah kepada paman saya yaitu Almukarram Kiai Syamsuddin Umbul. Tahun-tahun itu (pada zarnan penjajahan Jepang) semua orang Islam diwajibkan masuk organisasi Masyumi (Majelis Musyawarah Muslimin Indonesia), dengan maksud supaya orang-orang Islam terkoordinir oleh organisasi tersebut.
Di sela-sela kesibukan tiap hari saya sebagai ikhwan Naqsyabandiyah tetap menjalankan kewajiban thoriqoh, meskipun saya dijadikan keibondan dan didaftar sebagi anggota Jibakutai (pasukan Berani Mati).
Meskipun situasi tidak menentu pada waktu itu" di daerah Malang Selatan pengundangan guru Mursyid tetap dilakukan. Pengundangnya adalah Kiai Syihabuddin, Kiai Syamsuul Arifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat ( jangan
dikelirukan dengan ayahanda saya). Mereka bertiga mengundang guru Mursyid tiap-tiap tahun hal ini berlangsung sejak zaman penjajahan Jepang ( I942) hingga tahun 1950.
Setelah peperangan berakhir, maka padat ahun 1950 saya menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah yang ongkosnya pada waktu itu hanya Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah). Tahun tahun tersebut Negara Indonesia belum punya Bank Penwakilan untuk Arab Saudi ( Money Changer Bank), sehingga yang digunakan oleh jemaah haji Indonesia untuk berbelanja adalah uang Pound Sterling.
Di Mekkah saya masuk kepada Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim Al Maduri (menantu Kiai Zainal Abidin Kwanyar Bangkalan). Di sana saya menjadi khadamnya (pembantu), biasanya saya membantu keperluan Syekh ini
di rumahnya seperti memasak dan lain-lain. Saya tinggal bersama Syekh ini di Mekkah selama 7 bulan.
Sepulangnya dari Mekkah pada akhir tahun 1950, saya melakukan perintisan gerakan Thoriqoh dengan Almukarram Kiai Syirajuddin.7 Dengan ihkwan-akhawat Malang Selatan saya ditunjuk menjadi pengurus pengundangan guru Mursyid, yang sebelumnya telah dilalarkan oleh Kiai Syihabuddin, Kiai Syamsul Arifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat.
Sebagai seorang pengurus pengundangan guru Mursyid, apabila tiba saatnya waktu mengundang saya mengunjungi tempat tempat di daerah Malang Selatan yang akan ditempati Tawajjuhan untuk menarik biaya pengundangan. Tugas ini saya kerjakan mulai tahun 1951 hingga 1973.
Saya dibimbing Kiai Ahmad Syirajuddin sampai Lathifah ke-5. Pada tahun 1957, Kiai Ahmad Sirajuddin wafat; setelah tiga hari pulang dariperjalanan tugasnya ke daerah Galis Kabupaten Bangkalan, yang pada waktu menawajjuh kondisi beliau memang sudah dalam keadaan sakit. Dan Kiai diperistirahatkan di Sampang.
Saya, pada zaman Kiai Ahmad Syirajuddin, mengarang kitab Syu'latuddiniyah alaa israin Naqsyabandiyah yang di tashih oleh Kiai Ahmad Syirajuddin, Kiai Fathul Bari dan Kiai Zayyadi bin lsmail. Kitab ini banyak permintaan dari orang-orang Madura" sebab buku ini adalah yang pertama kali menerangkan secara gamblang tentang bab-bab Thoriqoh dalam bahasa Madura sehingga pada tahun-tahun itu hampir menyebar ke seluruh ikhwan-akhawat Madura, seperti ikhwan-akhawatnya Kiai Ali Wafa, Kiai Fathul Bari, Habib Mukhsin Ali, Kiai Ahmad Syirajuddin dan lain-lain.8
Setelah Kiai Ahmad Sirajuddin wafat, lalu saya mengundang Kiai Wardi kajuk (Kiai Wardi adalah putra Kiai Ahmad Syirajuddin yang diangkat Mursyid
Tetapi perlu diketahui juga, ada orang yang merasa tersaingi alias mementingkan dirinya sendiri mengklaim terhadap buku ini terutama kepada penyusunnya di Kalimantan Barat (informasi dari Zuhdi dan kawan-kawannya, Pontianak Kalimantan Barat).
Sebagai Khalifah darinya), dan saya tetap melakukan gerakan Thoriqoh dengan Kiai wardi selama tujuh belas tahun. Saya dengan Kiai wardi dikhatamkan sampai Muraqabah II . Dan di masa-masa akhir hayatnya Kiai wardi berkata kepada orang banyak bahwa dua tahun yang akan datang Mursyid di tanah Jawa dan Madura kosong ( Kiai wardi berkata demikian pada tahun 1973).9
Juga Kiai wardi pembantu dekat yang bemama Dunyati dan pernah berkata padanya bahwa di daerah sebelah barat Gondanglegi ada seorang ikhwan yang bagus jalan dzikinya. Akhirnya beberapa bulan setelah Kiai Wardi berkata demikian; maka Kiai wardi wafat pada akhir tahun 1973 ketika menjalankan tugasnya menawajjuh ke daerah Sumber Manjing Timur. Ketika menawajjuh, Kiai Wardi memang sudah dalam keadaan sakit keras.
Selain saya dibimbing oleh tiga guru Mursyid Naqsyabandiyah Madura di atas, saya juga di bimbing oleh Almukarram Sayyid Abdul Qodir bin Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy yang bertempat tinggal dijalan Aries Munandar Malang Jawa Timur. Habib Abdul Qodirb in Ahmad Bilfaqih Al' alawy tersebut adalah guru Mursyid 'Alawiyah cukup terkenal.
Di Jawa Timur berada di dua Kabupaten; Jember dan Malang. Kiai ini wafat tidak mengangkat seorang Khalifah.
DIANGKAT GURU MURSYID
A. Diangkat oleh Almukarram KH. AIi Wafa Sebagai Khalifahnya
Telah mu'tamad diketahui oleh umum beliau mendapat ijazah dari KH. Ali Wafa Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep Madura. Mengenai sejarahnya beliau beriwayat : 10
Setelah tidak ada Mursyid yang berhubungan ke daerah Malang, saya tetap tinggal di rumah seperti biasanya yaitu selama 2 tahun, karena saya mempunyai lembaga pendidiknn Madrasah lbtida'iyah Darul Ulum dan mengajar di Pondok Pesantren Rubath An Naqsyabandiyah. Pada tahun 1975 saya didatangi Toan Syarifah Fatimah Al-Hinduan. Syarifah Fatimah ini adalah guru Mursyid perempuan yang mendapat ijazah dari Syaikhona Syamsuddin Umbul.
Saya diajak berkunjung ke guru Mursyid di Ambunten Sumenep, yaitu Almuknrram KH. Ali Wafa. Setibanya di rumah beliau, di sana tamu banyak sekali, mereka semua diam tidak adayang berbicara satupun, mereka duduk dengan khusu'.
Saya pikir mungkin baru selesai bertawajjuh, knrena di antara mereka ada yang khararoh. Pada akhirnya saya bertanya kepada salah seorang tamu, dia menjawab dan memberitahu bahwa Kiai sedang sakit serta tidak bisa menemui tamu, sehingga saya ikut diam seperti mereka.
Tidak seberapa lama saya disuguhi makan. Ketika saya makan mendapat separuh, lalu ada pembantu Kiai berkata, "Tamu yang datang dari Malang dipanggil Kiai disuruh mengambil wudlu dan supaya menemui Kiai," Semua tamu kaget dan mereka bersiap-siap untuk menemui Kiai. Tetapi saya melarangnya karena yang dipanggil hanya saya sendiri.
Setelah saya masuk ke ruangan dan belum berjabat tangan, Kiai Ali Wafa bertanya, "Berapa lathifahmu ?."Saya menjawab," Kalau dari Syaikhona Ahmad Syirajuddin sampai lathifah V, kalau dari Syaikhona Wardi saya dikhatamkan muraqabah II. "
Kemudian saya disuruh memejamkan mata dan selanjutnya ditawajjuhi sampai lathifah VII. Kemudian Syaikhona AIi Wafa memberi ijazah kepada saya : “Ajaztuka bitalqinidzikri ‘alal ‘umumi kama ajazani syaikhuna sirajuddin bidzalik” Maka saya menjawab : “Qobiltu ijazataka bidzalik”
Setelah itu saya tidak sadar, dan kemudian pembantunya Kiai menuntun dan membawa saya ke Mushollah (langgar). Semua tamu terheran-heran, sebab saya adalah tamu baru dan belum dikenal.
Mereka semua bertanya-tanya, tetapi saya tidak bisa menjawabnya. Sebab saya dari rumah memang tidak meminta untuk di-ijazah menjadi guru Mursyid, tetapi memang atas kehendak Kiai Ali Wafa sendiri.
Karena Kiai Ali Wafa dalam keadaan sakit, kemudian saya disuruh dan punya niat berlatnjung ke Almukatam Habib Mukhsin Ali Al Hinduan di sumenep, untuk belajar cara-cara menawajjuh. Alhamdulillah Habib Mukhsin Ali menerima saya. Dan selanjutnya saya disuruh menginap di rumahnya selama dua hari dua malam'
Dan saya diberi tulisan tangan yang menerangknn cara-caranya menawajjuh, sampai sekarang tulisan tangan Habib Mukhsin Ali tersebut masih ada dan saya simpan.II
Habib Mukhsin Ali betul-betul ridha saya mendapat ijazah. Bahkan saya diumumkan ke mana-mana, seperti; ke daerah Pontianak dan daerah Madura. Dan malahan Habib Mukhsin Ali menganjurkan supayajangan mudah berguru thoriqoh kepada orang yang htrang ilmunya di dalam bab syari'ah, Habib Mukhsin berkata, "Ada teman saya yang sekarang cukup syari'atnya dan telah mendapat ijazah dari Kiai Ati Wafa Ambunten Sumenep, yaitu yang bernama Muhammad Sholeh Baidhowi dari Malang Selatan." Habib Mukhsin Ali mengumumkan perkataan ini sampai ke Pontianak, sampai sampai Ikhwan-akhawat di sana mengundang saya karena diberitahu Habib Mukhsin Ali.12
setelah saya pulang dari sumenep dan tiba di rumah langsung ada sebagian ikhwan ilan akhawat yang meminta kepada saya untuk ditawajjuhi, padahal saya belum memberitahu bahwa saya sudah mendapat ijazah. Namun ikhwan dan akhawat tersebut berkata bahwa mereka didatangi gurunya bahwa sayatelah mendapat ijazah sebagai guru Mursyid Thoriqoh An Naqsyabandiyah.
tapi di belakang hari, ada sebagian ikhwan-akhawat yang tidak sadar dan tidak insyaf; merekn mengacau, menghina dan mengklaim bahwa saya mursyid tiruan. Namun saya diam tidak memperhatikan ejekan mereka, knrena saya menemukan sebuah sya'ir di dalam Kitab Anwarul Qudsyiah: Artinya : Apabila Allah berkehendak mengumumkan kelebihan-Nya yang disimpan, maka akan ramai orang yang hasud (jelek pikirannya): ke Barat ke Timur berdongeng; menfitnah; sehingga orang yang tidak tahu menjadi tahu; yang tidak mengerti menjadi mengerti; yang tidak mengklaim lantas mengklaim, akibat fitnahan si hasud tadi."
Ada sebagian ikhwan-akhawat yang dahulu insyaf, cinta dan mengundang saya, naudzubillah, lalu menghina, lantas mengacau,
melarang orang lain untuk mengundang tawajjuhan. Tetapi saya ingat kisah peristiwa yang dialami baginda Rasulullah SAW; yang mengacau Rasulullah adalah temannya sendiri, yang menghinapun adalah familinya sendiri.
Kita tahu bahwa thoriqoh berasal dari Rasulullah SWT; jadi peristiwa perjalanan thoriqoh tidak jauh berbeda dengan peristiwa yang telah dialami oleh Rasulullah SAW. Krena ilmu thoriqoh ini "itba" kepada Rasulullah. Sebab bukan masalah ibadah saja yang itba' kepada ummatnya, tetapi cobaan dan rintangannya juga diturunlmn.
Sedanglran ikhwan-akhawat yang insyaf, mereka semua bergembira, malahan mereka berkata bahwa gerakan thoriqoh akan dilanjutkan terus-menerus dan akan dibuat kemajuannya secara spktakuler Insya Allah tidak mogok dan tidak macet.
B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
Selain ijazahnya dari Almukarram KH. Ali Wafa, beliau mendapat ijazah lagi dari 'Alim-'Allamah syeih Sayyid Muhammad bin Alwi. Mengenai sejarahnya beliau mengisahkan: "Kemudian ada seorang Habib bernama Muhamamd bin Alwi Al Maliki dari Mekkah Mukarramah, menikah dengan putrinya Habib Ahmad Al-Haddad di Kota Malang. Sehingga saya bisa mengaji kepada beliau setiap ba'da Ashar; yang dikaji Hadits Bukhari-Muslim,Tafsir Jalalain, Syarah Hikam dan lain-lain.
Pada suatu katika, saya dengan Habib Muhammad bin Alwi tidak diperbolehkan pulang, padahal, seperti biasanya setiap selesai sholat Isya' saya selalu pamit pulang. Namun saya disuruh memijatnya hingga pukul 2 malam. Setelah selesai memijat saya lantas pamit pulang dan beliau berpesan besok saya harus sholat berjamaah Dzuhur di sana.
Beberapa hari kemudian saya berniat tidak pulang yaitu menunggu semua tamu-tamu pulang. Setelah mereka pulang, saya menyampaikan hal Silsilah Thoriqoh An Naqsyabandiyah, yahti silsilah saya dicocokkan dengan Silsilah An Naqsyabandiyah
tersebut dalam memberi ijazah kepada KH. Lathifi selain melalui temu muka dan tradisi jabat tangan juga secara tertulis dengan tanda tangan Habib tertanggal 30 Jumaditsani 1405H . (tahun 1985), di Jalan Langsap Raya-Malang Kota.
kepunyaan Habib. Lalu beliau meyuruh saya membaca silsilah thoriqoh. Setelah cocok, saya langsung ditawajjuhi dan di-ijazah .
Jadi, ijazah saya dari dua jalan, yaitu: dari Almukarram Kiai Ali Wafa dan Habib Muhammad bin Alwi.
Selain itu, pertama selali saya mengaji kepada Habib, saya langsung di ijinkan atau diberi ijazah untuk mengajar semua ilmu yang dikaji kepada beliau. Kemudian saya diberi Kitab namanya Syawariqul Anwar dan cukup banyak bertmacam-macam kitab yang lain.
Sekarang banyak ikhwan-akhawat yang mengundang saya untuk menawajjuh ke pelbagai daerah. Karena melihat perkembangan thoriqoh cukup pesat maka orang-orang yang tidak insyaf dan tidak senang lalu mengganggu dan menghina, bahkan mengeluarkan istilah-istilah yang tidak benar.14*) Namun ikhwan-akhawat yang insyaf dan senang kepada thoriqoh tetap tidak berubah dan selalu saja
B. Diundang ke Pelbagai Propinsi sejak Tahun l976-1994
Sebagaimana diketahui, murid murid-murid saya ada di berbagai Propinsi di Nusantara ini. Biasanya saya diundang ke wilayah-wilayah atau daerah-daerah untuk pembai'atan dan tawajjuhan.
Di tiap-tiap wilayah Kabupaten ada beberapa Kepala Khaujagan Mereka bertugas untuk memimpin acara pembaiatan Khaujagan yaitu acara yang tidak boleh ditinggal dan tidak boleh diluupakan oleh semua ikhwan-akhawat Thoriqoh An Naqsyabandiyah Al Mudzhanyah,karena acara khaujagan ini berguna untuk memperkuat ikatan tali persaudaraan dan menrper kokoh jalan dzikir lsmu-Dzat(Khaujagan adalah syarat tiang ke-3 Thoriqoh An Naqsyanbandiyah setelah dzikir dan Robitttoh).
Kelompok-kelompok murid saya di tiap-tiap wilayah Kabupaten terdiri dari 300 sampai 2000 orang (dihitung secara statistik yang aktif dan non aktif).
untuk Propinsi Jawa Timur berada di daerah Kabupaten; Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo dan Ibu Kota Surabaya.
Untuk pulau Madura berada di Wilalah Kabupaten; Sampang, Bangkalan, Pamekasan, dan pulau Masa Lembu di sekitarnya (masih termasuk wilayah administratif Kabupaten Sumenep).
Mursyid. Oleh karena itu, seorang murid yang cukup tinggi himmahnya(kemauan dan cintanya) kepada Thoriqoh An Naqsyabandiyah ini dia akan terus mengikuti acara pertemuan tawajjuhan ini kemana dan dimana guru Mursyid diundang.
Meskipun bertawajjuh bisa dilalukan secara jarak jauh yaitu melalui Robithah dan dzikir lsmu Dzat tiap hari, namun Pertemuan tawaijuh secara langsung antara murid dan gurumursyid ini lebih berguna dan lebih besar manfaatnya, Karena disana guru Mursyid juga akan mamberi fatwa-fatwa atau nasehat-nasehat penting untuk kemajuan akhlaq dan ubudiyah ikhwan-akhawat. Maka dari itu, akan sangat rugi kalau melewatkan pertemuaan cara tawaijuh yang telah diselenggarakan oleh ikhwan-akhawat(yang biasanya dilakukan oleh panitia atau pengurus pengundangan guru Mursyid maupun pengundangan secara perorangan) di daerahnya masing masing.
Sedangkan untuk Propinsi Bali berada di wilayah Ibu Kota Denpasar sekitar Kecamatan Kuta, Propinsi Kalimantan Barat berada di Wilayah lbu Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas. Propinsi Sulawesi Selatan berada di Wilayah Kabupaten; Maros, Barru, Sinjai, Bone, pangkap dan Kotamadya Ujung Pandang. Saya sekarang ada rencana diundang ke Banjarmasin (Kalimantan selatan), samarinda (Kalimantan Timur), serta Kendari (sulawesi Tenggara).
Ternpat-tempat itulah tersebut di atas secara berkala mengundangnya dengan jadwal masing-masing (Masa Lembu dan Kabupaten Situbondo mengundangnya dua sampai tiga kali dalam setahun) sehingga saya berada dirumah 3 hari atau 1 minggu perbulan tiap-tiap tahunnya. Khusus satu bulan dalam Ramadhan saya tidak mengadakan perjalanan karena banyak kegiatan di pondok pesantren pada bulan tersebut.
Saya juga telah mengangkat dua Mursyid Khalifah yaitu KH. Zahid, putra saya dan KH. Thaifur putra Almukarram KH. Ali Wafa
RIWAYAT DAN FATWA
K.H. LATHIFI BAIDHOWI
PONPES RUBATH AN NAQSYABANDIYAH
SUKOSARI - GONDANGLEGI - MALANG
JAWA TIMUR
Penulis:
Mohammad Karim
Penyunting:
Drs.Ahmadi Ali
Drs.Wahyudi
Erna, S. Psi
M.S. Hadi
Devi Rahmania
Zuhdi
Penerbit:
PONPES RUBATH ANNAQ SYABANDIYAH
Sukosar Gondang legi, Malang
Editor Pelaksana:
Hasanah
Design Sampul:
Hartono Zain
Penanggung Jawab Produksi:
K.H.Zahid
KATA PENGANTAR
BismiIIahirrahmanirrohim,
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas terbitnya buku ini. Lantaran hanya berkat rahmat-Nya buku ini akhirnya sampai di tangan Ikhwan dan Akhwat se-Naqsyabandiyah di mana saja anda berada. Sholawat dan salam kami haturkan kepada Baginda junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para shahabat nya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Pada akhir tahun 1993 ada seorang murid tarekat yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat ,meminta kepada Hadratus Syeik K.H. Lathifi untuk menulis riwayat hidup. Dengan rendah hati Hadratus Syeik menolak permintaan ini, karena beliau merasa dirinya tidak pantas untuk dipublikasikan.
Namun murid tarekat tersebut tetap meminta dan memintanya dengan alasan untuk kepentingan Naqsyabandiyah dan punya maksud ingin menjadikan buku ini sebagai kenang-kenangan untuk murid-murid Hadratus Syeik yang tersebar di penjuru Nusantara Si ngkat cerita akhirnya beliau menuruti permintaan murid terdekat itu.
Pada awal tahun 1994 Hadratus Syekh menugaskan saya sebagai penulisnya Hadratus Syehk menyerahkan daftar tulisan tangan ber bahasa madura dan meminta saya untuk menulis dan menyusunnya menjadi sebuah buku.
Walaupun saya tidak terlalu berpengalaman dalam bidang jurnalistik, saya tarima juga tugas berat ini. Dalam menulis buku ini saya menggunakan metode yang sangat sederana. Saya menterjemahkan tulisan tangan Hadratus Syekh kedalam bahasa lndonesia dan beberapa kali saya meminta keterangan atau mengadakan wawancara singkat untuk memperluas sedikit riwayat.
Agar tidak terjadi kesalahan riwayat dan fatwa saya men-tashihnya kembali (koreksi) hingga empat kali kepada Hadratus Syekh.
Buku sekilas autobiografi dan fatwa akhinya selesai saya susun(tulis) pada bulan Juli l994.Dan saya menyerahkan buku ini kepada Hadratus Syekh untuk diberikan kepada murid tarekat yang memintanya itu, Namun murid tarekat Pontianak itu tampaknya kesulitan biaya untuk menerbitkan, dan dia mengembalikan lagi buku ini kepada Hadratus Syekh.
Akhirnya Hadratus Syekh menghadiahkan dan mengijinkan saya untuk mempublikasikannya dikemudian hari. Buku autobiografi dan fatwa ini saya simpan hingga Hadratus Syektr wafat tanggal 25 Juni 1996. Dan buku ini tetap berada di tangan saya hingga akhirnya bisa diterbitkan pada tahun 2004 ini.
Sayai ngin mengucapkan terima kasih kepada keluarga Hadratus Syekh dan kawan-kawan yang telah membantu saya. Semoga buku sederhana ini bermanfaat untuk saya dan kawan-kawan se-Naqsyabandiyah di pelbagai Propinsi di Nusantara ini. Wabillahi Taufiq wal hidayah.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............
Daftar Isi ...............
RIWAYAT
I. AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN-TAHUN KEHIDUPAN....
A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama hingga Remaja
B. Masa-masa Sulit
C. Masa Mempertahankan kemerdekaan ..............
II. BERBAI'AI DAN MENGUNDANG GURU MURSYID.
III. DIANGKAT GURU MURSYID ..................
A. Diangkat oleh Almukarrom KH. Ali Wafa sebagai Khalifahnya......
B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi-Maliki Al-Hasani.
C. Diundang kepelbagai Propinsi sejak Tahun 1976-1994................
FATWA THORIQOH ANNAQSYABANDIYAH AL-MUDZHARIYAH SYUKUR ...........:....... .......
HUJJAH .........
PERTANTYAAN-PEKTANYAAN DUA MALAIKAT DI DALAM KUBUR KEPUSTAKAAN NAQSYABANDAH......... ..................
RIWAYAT
AWAL DAN PERTENGAHAN TAHUN - TAHUN KEHIDUPAN
A. Masa Kanak-kanak dan Pendidikan Agama Hingga Remaja
KH. Iathifi Baidhowi demikianlah nama umum saya yang dikenal, orang tua Saya sendiri memberi nama Muhammad Sholeh. Ayahanda saya bernama Haji Baidhowbi in Ismail dari Desa umbul Kecamatan Tambulangan Kabupaten sampang Madura. Ibunda saya bernama Hajah Khotijah keturunan banjar-Tambulangan yang juga masih Kabupaten Sampang Madura.
Orang tua sayapindah dari Desa Umbul ke Desa Sukosar Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang, sekitar tahun 1900-an. Dan di Sukosarilah saya dilahirkan pada tahun1919. Sayangnya saya sendiri tidak mengetaui secara pasti tanggal dan bulannya (Allahua'lam), tetapi yang jelas tahun tersebut adalah awal tahun kehidupan di asuh orang tua saya sendir.
Meskipu masih kanak-kanak Ayahanda saya sudah mendidik ilmu agama kepada saya secara harmonis sekali. Pada waktu itu kepada ayahanda, saya sudah mengaji Qur'an Kitab Safinatunnajah, sullam taufiq, Jurmiyah' izzi dan ilmu tasrif setiap harinya.
Setelah dikitan berusia 7 tahun, lalu saya diambil dan diasuh bibinda saya yang bernama Nyai Khotijah ( Nyai Khotija ini adalah saudara perempuan ayahanda saya atau istri Almukarram Kiai Syamsuddin).
Disana saya belajar ilmu nahwu, ilmu tasrif, ilmu tauhid, dan lain-lain. Oleh karena di sana cukup banyak santri, saya mendapat tugas dari paman (Kyai syamsuddin) untuk mengajar santri bagian kumpung, mengajar bab sholat, imam, tauhid, rukun lslam,rukun Iman dan Sifat-sifat Allah yang Dua Puluh. Sudah menjadi kebiasaan, tiap tiap hari Jum'at santri-santri bagian kampung yang belajar kepada saya, dengan Kiai Syamsudddin di tes atau diuji di muka umum di masjid pinggiran.
yang mendengarkan adalah para jemaah jum'at dengan kiai syamsuddin. Diadakan soal-jawab seputar rukun Islam, rukun Iman dan lain-lain; artinya Kiai mengajar masyarakat umum sambil diadakan cerdas-cermat antara guru dengan santrinya.
Setelah diasuh oleh keluarga Kiai Syamsuddin di Desa Umbul selama tujuh tahun yaitu sejak tahun 1926 , maka pada tahun 1932 saya dengan Kiai Syamsuddin dibawa dan dimondokkan kepada Almukarram Kiai Zainal Abidin Kwanyar Kabupaten Bangkalan. 1 Lalu saya mengaji Kitab Muhtashor dan kitab Kafrawi. Dengan kesan baik Kiai ZainalAbidin menerima saya. Saya setiap harinya disuh membantu di rumahnya seperti menyapu halaman, mengisi air kamar mandi, membantu di dapur dan berbelanja ke pasar.
Setelah mondok di pondoknya Kiai Zainal Abidin selama dua tahun, maka pada tahun 1934 saya pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Makki Hasbullah di Kauman (masjid Kota Sampang).
Usia saya di sini sudah beranjak umur 15 tahun. Di pondok saya belajar atau mengaji kitab-kitab seperti Mutammimah, Imrithi, Qotrunnada, Syadur dzah ab. Ilmufiqih. Fathul mu'in, Fathul Qorib, Fathul Wahhab dan lail-lain. Ilmu badi', Kitab Showi dan lainlan. Ilmu tafsir Kitab Jalalain dan Hammami, selain itu sayajuga mempelajari IImu 'urud. Saya tinggal di pondok ini selama empat tahun.
Kemudian pada tahun 1938 saya melanjutkan pelajaran, pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Shonhaji Jazuli di Tengginah Kabupaten Pamekasan.
Di sana saya mengaji ilmu faro'id dani lmu falaq. Karena bakat dan ketekunan penyantrian, maka pada tahun itu, Kiai Shonhaji Jazuli menyuruh kepada saya untuk meyusun sebuah buku mengenai ilmu Faroid dengan menggunakan jadwal.
Setelah hampir tiga tahun menjadi santri Kiai Shonhaji Jazuli, kemudian pada akhir tahun 1940 saya melanjutkan penyantrian, pindah ke pondoknya Almukarram Kiai Khosni di Siwalan Panji Buduran Kabupaten Sidoarjo. Disana saya mondok hampir selama duatahun, hingga penjajah Jepang pada bulan Maret 1942 datang ke Indonesia menggantikan kedudukan penjajah Belanda.
Perlu dicatat: Kiai Syamsuddin Umbul dan Kiai Zainal Abidin Kwanyar adalah guru Thoriqoh An Naqsyabandiyah Al Mudzhariyah. Lihat silsilah
B. Masa-masa Sulit
Setelah mondok di Sidoarjo, hampir bersamaan dengan datangnya penjajah Jepang, saya dibawa pulang ke Sukosari oleh orang tua. Enam bulan setelah Jepang ada di Indonesia, dengan orang tua, saya dikawinkan dengan putri Haji Hasan yang bernama Hajjah Latifah; tempat tinggalnya di Daerah Bululawang (kira-kira 2 Km ke Utara Gondanglegi).
Selama pemerintahan Jepang saya tinggal di Bululawang. Sebagaimana telah diketahui sejarah, penjajah Jepang sangat bengis sekali, lebih brutal dari penjajah Belanda sebelumnya. Jepang secara dramatis menghancurkan tatatanan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia tanpa ampun. Mereka memeras, menyiksa dan membodohi rakyat. Hal ini berlaku di mana-mana seperti halnya di Bululawang.
Saya dengan pemerintah Jepang didaftar dijadikan keibondan (sekarang semacam hansip)2. saya dilatih baris-berbaris dan semacamnya setiap hari. Bahkan sebelum Jepang akan mengalami kekalahan perang dengan sekutu.
pemerintah Jepang yang ada di lndonesia khawatir lalu merekrut rakyat pribumi untuk dilatih militer. Untuk menghadapi dan mengantisipasi serangan sekutu ke Indonesia mereka membodohi rakyat dan bersesumbar' hancurkan musuh kita itulah Inggris dan Amerika! "
Oleh sebab itu, tentara Jepang yang ada di Malang juga mendaftar saya untuk dilatih militer, malahan tidak tanggung-tanggung saya didaftar sebagai anggota pasukan Jibaku (pasukan berani mati). Pasukan Jibaku adalah pasukan elite Jepang pada waktu itu.
Saya di didik dan dilatih militer secara disiplin tinggi, layaknya semacam korp pasukan khusus; menggunakan bom, membuat ranjau dan lain-lain. Namun akhimya pada bulan Agustus 1945, dua kota di negara Jepang dibom oleh Amerika yaitu Nagasaki dan Hirosima.
Sehingga tentara Jepang yang ada di Malang pun saya lihat tidak terkoordinir alias kocar-kacir. Malahan banyak yang dibunuh oleh pemuda-pemuda Indonesia karena mereka dulunya sangat kejam, bahkan banyak yang melakukan bunuh diri ataupun lari ke gunung-gunung dan goa-goa.
2*) Keibondan adalah barisan pembantu polisi.
Dahulu penjajah Jepang membentuk barisan dari orang-orang pribumi berupa: heiho, fujinkai, seinendan, peta(pembela tanah air) dan lain-lain. Lihat Kepustakaan.
C. Masa Mempertahankan Kemerdekaan
Sebagaimana telah ditulis sejarah setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal I7 Agustus I945, Belanda ingin menjajah lagi di negara kita dengan membonceng tentara sekutu.
Tetapi rakyat, para Kiai dan tokoh-tokoh masyarakat sepakat untuk mempertahankan negara kita akhirnya meletuslah perang gerilya di mana-mana (termasuk di daerah Malang sendiri).
Selama peperangan gerilya" saya masuk anggota pasukan Hizbullah atau pasukan Mujahidin di bawah pimpinan Kiai Ilyas dari Jawa Tengah. Saya bersama pasukan Hizbullah bergabung dengan tentara divisi Sawunggaling yang ada di Surabaya.
Di dalam perang gerilya saya, membawahi 40 barisan gerakan dari tentara Hizbullah yang hanya bersenjata takiyari (bambu runcing). Karena memang sudah pengalaman di latih pasukan elite Jepang saya dalam membawahi pasukan Hizbullah diberi pangkat Letnan.
Saya juga memimpin sebuah pasukan elite Hizbullah yang bernamabarisan maling. Barisan maling ini bertugas untuk mencuri senjata dan amunisi di pos-pos atau markas tentara Belanda terutama di daerah Sidoarjo. Hasil pencurian senjata dan amunisi selanjutnyaya diserahkan kepada BKR (Badan Keamanan Rakyat). Pada waktu itu, para pejuang kemerdekaan memang sangat kekurangan senjata.
Peperangan gerilya memakan waktu agak lama Saya hampir tertangkap oleh Belanda pada waktu memperoleh tugas dari Kiai Ilyas untuk mengontrol keadaan tentara Hizbullah yang ada di Madura.
Untuk melaksanakan tugas, saya menyeberang ke pulau Madura menyamar sebagai seorang santri. Saya naik perahu tumpangan dari Pasuruan ke Sampang. Setelah tiba di Madura, saya mengkoordinir Barisan Hizbullah dan mematai-matai keadaan posisi tentara Belanda di sana selama beberapa hari.
Usai melaksanakan tugas, saya kembali ke Jawa mengambil rute yang sama yaitu saya naik perahu tumpangan lagi dari sampang. Namun, di tengah perjalanan pulang tiba-tiba perahu yang saya tumpangi dikejar dan diperintahkan untuk berhenti oleh kapal perang (patroli) Belanda. Ditengah laut perahu akhimya berhenti. Saya lihat dari geladak, para awak kapal perang menodongkan senjata
3a*) Dari gerakan laskar Hizbullah, anggota regu atau anggota peleton biasanya hanya disebut barisan
3b*) Dahulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ( ABRI) pertama kali dibentuk namanya BKR Kemudian diubah TKR, TRI dan sekarang namanya TNI. Lihat Kepustakaan.
3b*) Dahulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ( ABRI) pertama kali dibentuk namanya BKR Kemudian diubah TKR, TRI dan sekarang namanya TNI. Lihat Kepustakaan.
mesin ke arah perahu. Sembari menurunkan tangga ke perahu, mereka memerintahkan agar semua penumpang untuk naik ke atas kapal perang. Saya lihat para penumpang banyak yang panik sewaktu mereka naik satu persatu ke atas kapal.
Setelah semua para penumpang berkumpul di geladak kapal, langsung digeledah dan diperiksa satu persatu serta diminta menunjukkan surat identitas.
Sewaktu giliran saya di periksa saya tenang-tenang saja, sebab saya sudah membungkus surat dokumen dan identitas ke dalam bumbung ( selongsong bambu yang telah dibungkus plastik) dan menyembunyikannya serta mengikatnya dibawah perahu yang saya tumpangi itu. Karena tidak bisa menunjukkan surat identitas, akhirnya saya ditahan seorang diri di dalam WC kapal.
Para awak kapal menaruh rasa curiga menggeledah dan menginterogasi apa di antara para penumpang terdapat seorang ekstrimis (pejuang). Selama 2 jam, sambil menodongkan senjata dengan bahasa Belanda mereka membentak bentak.
Para penumpang banyak yang gemetar dan menangis. Karena tidak menemukan apa yang mereka cari ( ekstrimis/pejuang), akhirnya para penumpang diturunkan kernbali ke perahu. (Saya yang selama 2 jam disekap di dalam WC kapal, akhirnya dilepas juga). Karena banyak yang panik, waktu akan dilepaskan, para penumpang perorangnya diberi sepotong keju.
Setelah berada di perahu dan kapal perang Belanda sudah pergi, saya lihat para penumpang merasa lega hatinya, walaupun masih ada yang bersungut sungut dan menggerutu. Ditengah suasana yang demikian, lalu saya memperlihatkan I4 stel kaos baju. "Gus, dapat dari mana kaos-kaos bagus sebanyak itu ?" tanya para penumpang terheran-heran.
"Tadi sewaktu saya ditahan di dalam WC kapal, saya melihat kaos kaos baju milik awak kapal belanda ini digantungkan di sana. Lalu saya pakai dan selebihnya saya sembunyikan di balik baju saya. Waktu saya dilepas, belanda belanda itu tidak melihat saya membawa kaos-kaos bajunya." Jawab saya tersenyum. Mendengar saya bercerita demikian semua penumpang tertawa terpingkal-pingkal.
"Wah, Sampeyan itu pemberani ! Sampeyan' kan sudah tahu, sewaktu berada di kapal perang, para penumpang kita ini banyak yang gemetar dan menangis. Eh ! kok malah Sampeyan yang balas dengan cara mencuri terang terangan kaos-kaos milik tentara Belanda itu !" canda pengemudi perahu yang disambut sorak dan gelak tawa para penumpang. "Gus, bagi-bagikan saja untuk kami," gurau penumpanya yang lain. "Ambil saja dah semuanya memang untuk kalian kok."Ucap saya tersenyum.
Diberi kesempatan demikian mereka lalu berebutan untuk mengambilnya. Dengan tertawa terbahak-bahak mereka tidak borhenti bergurau.
Pembaca harap maklum. Mereka tidak tahu bahwa saya adalah komandan Barisan Maling dari gerakan perjuangan laskar Hizbullah. Mereka bertanya kenapa tidak ikut takut menghadapi awak kapal perang Belanda. Dan mereka heran kenapa saya tanpa rasa takut secara terang terangan mengambil kaos-kaos baju milik awak kapal perang itu. Sebab kalau kepergok; apalagi tidak punya surat identitas, maka saya mungkin ditembak mati atau dibawa ke Surabaya sebagai tawanan perang.
Kepada mereka saya tetap menyembunyikan atau tidak mengaku bahwa saya adalah seorang pejuang. Kejadian ini secara tidak sengaja saya telah membuat hiburan bagi para penumpagnya yang ketakutan akibat operasi militer patroli kapal perangit. Akhirnya perahu angkutan orang-orang sipil ini berlayar meneruskan perjalanannya kembali dengan selamat hingga tiba di pantai daerah Kabupaten Pasuruan.
Sebagai seorang pejuang, saya pun bisa dalam membuat bom dari bumbung (sejenis dinamit atau bahan peledak yang dibungkus selongsong bambu).
Keterampilan ini saya peroleh atas pelatihan militer pasukan Jibakutai sebelum kemerdekaan. Dinamit bambu ini hanya digunakan untuk melumpuhkan kendaraan lapis baja yaitu dengan cara digilaskan kepada kendaraan tersebut.
Meskipun kerusakan tidak seberapa para, itupun sudah cukup untuk melumpuhkan dan membingungkan pasukan Belanda
Suatu kengerian dalam perang yaitu menyerang ataupun di serang adalah hal yang rutinitas.Kadang-kadang, serdadu Belanda menyerang atau menggempur para pejuang kita secara mendadak ataupun bertindak curang. Saya pernah bersama dengan beberapa anak buah dikepung dan dihujani peluru bertubi-tubi oleh serdadu Belanda yang memang pada saat itu saya tidak siap melayani mereka akhirnya dengan segala dan upaya saya bersama dengan anak buah mundur, dengan korban I orang tewas dipihak saya.
Suatu hal yang unik pada waktu bangsa kita ditangani Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ternyata para personel pasukan keamanan ini ada juga yang beragama Islam, yaitu keturunan orang India. Saya pernah beberapa kali menjadi imam dalam sholat berjamaah yang makrnum-makmumnya juga ter diri dari pasukan-pasukan KTN (Komisi Tiga Negara).
Peristiwa ini terjadi pada waktu diadakan gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia, yang sementara pada waktu itu dilarang untuk saling menyerang'
Dalam gerakan Barisan Maling (seperti namanya agak terkesan negatif tetapi sebenamla tidak demikian), Kiai Ilyas melarang barisan ini mencuri uang, melainkan hanya dikhususkan untuk mencuri, senjata dan anunisi dimarkas Tentara Belanda Pasukan saya ini jika sudah diperintah (beroperasi), secara gagah berani mencuri senjata di siang hari, dan biasanya pasukan Belanda dibuat bengong dan tidak bisa melihat. Mereka tidak sadar senjata dan amunisinya kami curi- Untuk barisan maling ini dibekali hizib-hizfo 4
Demikianlah sepintas saja peristiwa pada saat itu, yang awal akhir kenyataannya memang saya berada di lapangan peperangan gerilya yang berlangsung cukup seru dan pada saat bangsa kita mempertahan kamerdekaan memang banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Sementara juga perjanjian-perjanjian genjatan senjata di adakan konfirensi-konfiresi yang ditangani PBB pun berjalan alot, tetapi bangsa Indonesia memang tetap tidak mau di jadikan budak jajahan oleh negara lain, hingga akhirnya penjajah Belanda harus angkat kaki dari Persada Nusantara ini pada tahun 1949'
Karena jasa-jasa saya ikut serta dalam membela bangsa dan negara,maka pada tahun I950 saya didaftar dengan di beri penghargaan oleh Pemerintah RI; saya dimasukkan sebaga Vieteran perang dan akan diberi gaji pensiunan tetap dalam setiap bulan. Tetapi saya tidak mau dan menolaknya karena mulai awal “niat saya hanya berjuang membela bangsa dan negara."
4.Untuk Jawa Timur, bagian Timur, dari kalangan Barisan Hizbullah, Barisan Maling Pipimpin oleh Almarhum KH. As'ad Syamsul Arifin. Kiai ini memimpin Barisan malingnya untuk mencuri senjata di garnisun tentar jaepang yang ada di daerah Kabupaten Bondowoso. Kiai ini adalah ulama terkenal dari Organisasi NU serta pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Desa Sukorejo Asembagus Kabupaten Situbondo ( informasi dari alumni ponpes ini bernama Fadliyah yang berusia 75 tahun, seperti yang juga telah diberitakan sebuah media pers beberapa tahun yang lalu).
BERBAI'AT DAN MENGUNDANG GURU MURSYID
Pada, akhir tahun 1942 saya berbai'at Thoriqoh An Naqsyabandiyah kepada paman saya yaitu Almukarram Kiai Syamsuddin Umbul. Tahun-tahun itu (pada zarnan penjajahan Jepang) semua orang Islam diwajibkan masuk organisasi Masyumi (Majelis Musyawarah Muslimin Indonesia), dengan maksud supaya orang-orang Islam terkoordinir oleh organisasi tersebut.
Di sela-sela kesibukan tiap hari saya sebagai ikhwan Naqsyabandiyah tetap menjalankan kewajiban thoriqoh, meskipun saya dijadikan keibondan dan didaftar sebagi anggota Jibakutai (pasukan Berani Mati).
Meskipun situasi tidak menentu pada waktu itu" di daerah Malang Selatan pengundangan guru Mursyid tetap dilakukan. Pengundangnya adalah Kiai Syihabuddin, Kiai Syamsuul Arifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat ( jangan
dikelirukan dengan ayahanda saya). Mereka bertiga mengundang guru Mursyid tiap-tiap tahun hal ini berlangsung sejak zaman penjajahan Jepang ( I942) hingga tahun 1950.
Setelah peperangan berakhir, maka padat ahun 1950 saya menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah yang ongkosnya pada waktu itu hanya Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah). Tahun tahun tersebut Negara Indonesia belum punya Bank Penwakilan untuk Arab Saudi ( Money Changer Bank), sehingga yang digunakan oleh jemaah haji Indonesia untuk berbelanja adalah uang Pound Sterling.
Di Mekkah saya masuk kepada Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim Al Maduri (menantu Kiai Zainal Abidin Kwanyar Bangkalan). Di sana saya menjadi khadamnya (pembantu), biasanya saya membantu keperluan Syekh ini
5*) Ayahanda KH. Lathifi adalah KH. Baidhowi bin Ismail, tetapi Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat tersebut adalah orang lain dengan nama yang sama.
6*) Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim Al-Maduri tersebut adalah bukan seorang guru Thoriqoh, melainkan sebagai seorang Syekh 'alim yang berada di Mekkah Mukanamah.
6*) Syekh Ahmad Mudzhar Abdul Adzim Al-Maduri tersebut adalah bukan seorang guru Thoriqoh, melainkan sebagai seorang Syekh 'alim yang berada di Mekkah Mukanamah.
di rumahnya seperti memasak dan lain-lain. Saya tinggal bersama Syekh ini di Mekkah selama 7 bulan.
Sepulangnya dari Mekkah pada akhir tahun 1950, saya melakukan perintisan gerakan Thoriqoh dengan Almukarram Kiai Syirajuddin.7 Dengan ihkwan-akhawat Malang Selatan saya ditunjuk menjadi pengurus pengundangan guru Mursyid, yang sebelumnya telah dilalarkan oleh Kiai Syihabuddin, Kiai Syamsul Arifin dan Kiai Baidhowi Gondanglegi Barat.
Sebagai seorang pengurus pengundangan guru Mursyid, apabila tiba saatnya waktu mengundang saya mengunjungi tempat tempat di daerah Malang Selatan yang akan ditempati Tawajjuhan untuk menarik biaya pengundangan. Tugas ini saya kerjakan mulai tahun 1951 hingga 1973.
Saya dibimbing Kiai Ahmad Syirajuddin sampai Lathifah ke-5. Pada tahun 1957, Kiai Ahmad Sirajuddin wafat; setelah tiga hari pulang dariperjalanan tugasnya ke daerah Galis Kabupaten Bangkalan, yang pada waktu menawajjuh kondisi beliau memang sudah dalam keadaan sakit. Dan Kiai diperistirahatkan di Sampang.
Saya, pada zaman Kiai Ahmad Syirajuddin, mengarang kitab Syu'latuddiniyah alaa israin Naqsyabandiyah yang di tashih oleh Kiai Ahmad Syirajuddin, Kiai Fathul Bari dan Kiai Zayyadi bin lsmail. Kitab ini banyak permintaan dari orang-orang Madura" sebab buku ini adalah yang pertama kali menerangkan secara gamblang tentang bab-bab Thoriqoh dalam bahasa Madura sehingga pada tahun-tahun itu hampir menyebar ke seluruh ikhwan-akhawat Madura, seperti ikhwan-akhawatnya Kiai Ali Wafa, Kiai Fathul Bari, Habib Mukhsin Ali, Kiai Ahmad Syirajuddin dan lain-lain.8
Setelah Kiai Ahmad Sirajuddin wafat, lalu saya mengundang Kiai Wardi kajuk (Kiai Wardi adalah putra Kiai Ahmad Syirajuddin yang diangkat Mursyid
7*) .Almukarram Kiai Ahmad Sirajuddin seringkali cuma diacu atau disingkat Kiai Sirajuddin atau Kiai Ahmad Syiraj. Lihat silsilah Madura( Naqsyabandiya Ah-Mudzhariah).
8*) .Perlu di garis bawahi, Kitab Syu'latuddiniyah alaa israin An Naqsyabandiyah ini hampir diakui keberadaannya oleh semua guru-guru Mursyid Madura pada waktu itu. Malahan di Jawa Timur selama l0 tahun terakhir ini, buku tersebut dikenal secara luas oleh masyarakaut mum ( inforrnasi dari Ustadz Mahfudz-Bondowoso).
8*) .Perlu di garis bawahi, Kitab Syu'latuddiniyah alaa israin An Naqsyabandiyah ini hampir diakui keberadaannya oleh semua guru-guru Mursyid Madura pada waktu itu. Malahan di Jawa Timur selama l0 tahun terakhir ini, buku tersebut dikenal secara luas oleh masyarakaut mum ( inforrnasi dari Ustadz Mahfudz-Bondowoso).
Tetapi perlu diketahui juga, ada orang yang merasa tersaingi alias mementingkan dirinya sendiri mengklaim terhadap buku ini terutama kepada penyusunnya di Kalimantan Barat (informasi dari Zuhdi dan kawan-kawannya, Pontianak Kalimantan Barat).
Sebagai Khalifah darinya), dan saya tetap melakukan gerakan Thoriqoh dengan Kiai wardi selama tujuh belas tahun. Saya dengan Kiai wardi dikhatamkan sampai Muraqabah II . Dan di masa-masa akhir hayatnya Kiai wardi berkata kepada orang banyak bahwa dua tahun yang akan datang Mursyid di tanah Jawa dan Madura kosong ( Kiai wardi berkata demikian pada tahun 1973).9
Juga Kiai wardi pembantu dekat yang bemama Dunyati dan pernah berkata padanya bahwa di daerah sebelah barat Gondanglegi ada seorang ikhwan yang bagus jalan dzikinya. Akhirnya beberapa bulan setelah Kiai Wardi berkata demikian; maka Kiai wardi wafat pada akhir tahun 1973 ketika menjalankan tugasnya menawajjuh ke daerah Sumber Manjing Timur. Ketika menawajjuh, Kiai Wardi memang sudah dalam keadaan sakit keras.
Selain saya dibimbing oleh tiga guru Mursyid Naqsyabandiyah Madura di atas, saya juga di bimbing oleh Almukarram Sayyid Abdul Qodir bin Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy yang bertempat tinggal dijalan Aries Munandar Malang Jawa Timur. Habib Abdul Qodirb in Ahmad Bilfaqih Al' alawy tersebut adalah guru Mursyid 'Alawiyah cukup terkenal.
9*) Kiai Wardi (putera sekaligus Khalifah dari Kiai Ahmad Syirajuddin) dari Kajuk sampang Madura ini mempunyai banyak murid di daerah pulau Madura sendiri.
Di Jawa Timur berada di dua Kabupaten; Jember dan Malang. Kiai ini wafat tidak mengangkat seorang Khalifah.
DIANGKAT GURU MURSYID
A. Diangkat oleh Almukarram KH. AIi Wafa Sebagai Khalifahnya
Telah mu'tamad diketahui oleh umum beliau mendapat ijazah dari KH. Ali Wafa Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep Madura. Mengenai sejarahnya beliau beriwayat : 10
Setelah tidak ada Mursyid yang berhubungan ke daerah Malang, saya tetap tinggal di rumah seperti biasanya yaitu selama 2 tahun, karena saya mempunyai lembaga pendidiknn Madrasah lbtida'iyah Darul Ulum dan mengajar di Pondok Pesantren Rubath An Naqsyabandiyah. Pada tahun 1975 saya didatangi Toan Syarifah Fatimah Al-Hinduan. Syarifah Fatimah ini adalah guru Mursyid perempuan yang mendapat ijazah dari Syaikhona Syamsuddin Umbul.
Saya diajak berkunjung ke guru Mursyid di Ambunten Sumenep, yaitu Almuknrram KH. Ali Wafa. Setibanya di rumah beliau, di sana tamu banyak sekali, mereka semua diam tidak adayang berbicara satupun, mereka duduk dengan khusu'.
Saya pikir mungkin baru selesai bertawajjuh, knrena di antara mereka ada yang khararoh. Pada akhirnya saya bertanya kepada salah seorang tamu, dia menjawab dan memberitahu bahwa Kiai sedang sakit serta tidak bisa menemui tamu, sehingga saya ikut diam seperti mereka.
10*) Penulisan otobiografi bertanggal 21 Mei 1994/10 Zulhijjah 1414 H .
Tidak seberapa lama saya disuguhi makan. Ketika saya makan mendapat separuh, lalu ada pembantu Kiai berkata, "Tamu yang datang dari Malang dipanggil Kiai disuruh mengambil wudlu dan supaya menemui Kiai," Semua tamu kaget dan mereka bersiap-siap untuk menemui Kiai. Tetapi saya melarangnya karena yang dipanggil hanya saya sendiri.
Setelah saya masuk ke ruangan dan belum berjabat tangan, Kiai Ali Wafa bertanya, "Berapa lathifahmu ?."Saya menjawab," Kalau dari Syaikhona Ahmad Syirajuddin sampai lathifah V, kalau dari Syaikhona Wardi saya dikhatamkan muraqabah II. "
Kemudian saya disuruh memejamkan mata dan selanjutnya ditawajjuhi sampai lathifah VII. Kemudian Syaikhona AIi Wafa memberi ijazah kepada saya : “Ajaztuka bitalqinidzikri ‘alal ‘umumi kama ajazani syaikhuna sirajuddin bidzalik” Maka saya menjawab : “Qobiltu ijazataka bidzalik”
Setelah itu saya tidak sadar, dan kemudian pembantunya Kiai menuntun dan membawa saya ke Mushollah (langgar). Semua tamu terheran-heran, sebab saya adalah tamu baru dan belum dikenal.
Mereka semua bertanya-tanya, tetapi saya tidak bisa menjawabnya. Sebab saya dari rumah memang tidak meminta untuk di-ijazah menjadi guru Mursyid, tetapi memang atas kehendak Kiai Ali Wafa sendiri.
Karena Kiai Ali Wafa dalam keadaan sakit, kemudian saya disuruh dan punya niat berlatnjung ke Almukatam Habib Mukhsin Ali Al Hinduan di sumenep, untuk belajar cara-cara menawajjuh. Alhamdulillah Habib Mukhsin Ali menerima saya. Dan selanjutnya saya disuruh menginap di rumahnya selama dua hari dua malam'
Dan saya diberi tulisan tangan yang menerangknn cara-caranya menawajjuh, sampai sekarang tulisan tangan Habib Mukhsin Ali tersebut masih ada dan saya simpan.II
Habib Mukhsin Ali betul-betul ridha saya mendapat ijazah. Bahkan saya diumumkan ke mana-mana, seperti; ke daerah Pontianak dan daerah Madura. Dan malahan Habib Mukhsin Ali menganjurkan supayajangan mudah berguru thoriqoh kepada orang yang htrang ilmunya di dalam bab syari'ah, Habib Mukhsin berkata, "Ada teman saya yang sekarang cukup syari'atnya dan telah mendapat ijazah dari Kiai Ati Wafa Ambunten Sumenep, yaitu yang bernama Muhammad Sholeh Baidhowi dari Malang Selatan." Habib Mukhsin Ali mengumumkan perkataan ini sampai ke Pontianak, sampai sampai Ikhwan-akhawat di sana mengundang saya karena diberitahu Habib Mukhsin Ali.12
setelah saya pulang dari sumenep dan tiba di rumah langsung ada sebagian ikhwan ilan akhawat yang meminta kepada saya untuk ditawajjuhi, padahal saya belum memberitahu bahwa saya sudah mendapat ijazah. Namun ikhwan dan akhawat tersebut berkata bahwa mereka didatangi gurunya bahwa sayatelah mendapat ijazah sebagai guru Mursyid Thoriqoh An Naqsyabandiyah.
11*). Didalam buku tulisan Habib Mukhsin Al-Hinduan tersebut menjelaskan: cara caranya menawajjuh atau menuang dzikir atau mengisi dzikir kepada-ikhwan dan akhawat yang dekat. cara-caranya menawajjuh atau menuang dzikir atau mengisdi zikir kepada ikhwan_akhawat yang jauh/secara jarak jauh cara-caranya menawajjuh atau mengisi zikir atau menuang dzikir kepada ikhwan-akhawat yang sakit/menghadapi sekarat. Serta banyak lagi pelajaran-pelajaran lain'
12*). Perlu di garis bawahi, Habib Mukhsin Ali ternyata tidak hanya memberitahu di ke dua daerah tersebut saja. Malahan Habib juga memberitahu kepada seorang muridnya yang bemama KH. Basuni, Pengasuh Pondok Pesantren di Curah Dari Kabupaten Bondowoso JawaTimur. Sehingga murid Habib ini mengundang KH. Lathifi untuk tawajjuhan ke pesantrennya di Bondowoso' sampaia khirnya Kiai ini wafat beberapa tahun yang lalu,
12*). Perlu di garis bawahi, Habib Mukhsin Ali ternyata tidak hanya memberitahu di ke dua daerah tersebut saja. Malahan Habib juga memberitahu kepada seorang muridnya yang bemama KH. Basuni, Pengasuh Pondok Pesantren di Curah Dari Kabupaten Bondowoso JawaTimur. Sehingga murid Habib ini mengundang KH. Lathifi untuk tawajjuhan ke pesantrennya di Bondowoso' sampaia khirnya Kiai ini wafat beberapa tahun yang lalu,
tapi di belakang hari, ada sebagian ikhwan-akhawat yang tidak sadar dan tidak insyaf; merekn mengacau, menghina dan mengklaim bahwa saya mursyid tiruan. Namun saya diam tidak memperhatikan ejekan mereka, knrena saya menemukan sebuah sya'ir di dalam Kitab Anwarul Qudsyiah: Artinya : Apabila Allah berkehendak mengumumkan kelebihan-Nya yang disimpan, maka akan ramai orang yang hasud (jelek pikirannya): ke Barat ke Timur berdongeng; menfitnah; sehingga orang yang tidak tahu menjadi tahu; yang tidak mengerti menjadi mengerti; yang tidak mengklaim lantas mengklaim, akibat fitnahan si hasud tadi."
Ada sebagian ikhwan-akhawat yang dahulu insyaf, cinta dan mengundang saya, naudzubillah, lalu menghina, lantas mengacau,
melarang orang lain untuk mengundang tawajjuhan. Tetapi saya ingat kisah peristiwa yang dialami baginda Rasulullah SAW; yang mengacau Rasulullah adalah temannya sendiri, yang menghinapun adalah familinya sendiri.
Kita tahu bahwa thoriqoh berasal dari Rasulullah SWT; jadi peristiwa perjalanan thoriqoh tidak jauh berbeda dengan peristiwa yang telah dialami oleh Rasulullah SAW. Krena ilmu thoriqoh ini "itba" kepada Rasulullah. Sebab bukan masalah ibadah saja yang itba' kepada ummatnya, tetapi cobaan dan rintangannya juga diturunlmn.
Sedanglran ikhwan-akhawat yang insyaf, mereka semua bergembira, malahan mereka berkata bahwa gerakan thoriqoh akan dilanjutkan terus-menerus dan akan dibuat kemajuannya secara spktakuler Insya Allah tidak mogok dan tidak macet.
B. Dua Ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
Selain ijazahnya dari Almukarram KH. Ali Wafa, beliau mendapat ijazah lagi dari 'Alim-'Allamah syeih Sayyid Muhammad bin Alwi. Mengenai sejarahnya beliau mengisahkan: "Kemudian ada seorang Habib bernama Muhamamd bin Alwi Al Maliki dari Mekkah Mukarramah, menikah dengan putrinya Habib Ahmad Al-Haddad di Kota Malang. Sehingga saya bisa mengaji kepada beliau setiap ba'da Ashar; yang dikaji Hadits Bukhari-Muslim,Tafsir Jalalain, Syarah Hikam dan lain-lain.
Pada suatu katika, saya dengan Habib Muhammad bin Alwi tidak diperbolehkan pulang, padahal, seperti biasanya setiap selesai sholat Isya' saya selalu pamit pulang. Namun saya disuruh memijatnya hingga pukul 2 malam. Setelah selesai memijat saya lantas pamit pulang dan beliau berpesan besok saya harus sholat berjamaah Dzuhur di sana.
Beberapa hari kemudian saya berniat tidak pulang yaitu menunggu semua tamu-tamu pulang. Setelah mereka pulang, saya menyampaikan hal Silsilah Thoriqoh An Naqsyabandiyah, yahti silsilah saya dicocokkan dengan Silsilah An Naqsyabandiyah
13*) Idem catatan kaki No. 10. Sebagaimana telah diketahui umum Prof. Dr. Syekh Sayyid Muhannnad bin Alwi adalah Ularna Ahlu Sunnah waljama'ah paling terkenal dari Mekkah. Habib tersebut adalah seorang Syekh 'alim serta guru thoriqoh yang mamegang berbagai ijazah dan guru-gurunya yang terdahulu. Hampir semua ulama Indonesia mengenalnya, barangkali karena sangat 'alinmya, Sayyid ini sering diberitakan di media pers dan media elektronik selama 20 tahun terakhir ini. Dan Habib juga sering berkunjung ke pesantren-pesantren di Indonesia. Dan ini bukan suatu kebetulan setelah kami (penulis) mengumpulkan bahan berbagai informasi dari luar ternyata faktanya memang hanya KH. Lathifi Baidhowi satu-satunya guru Naqsyabandiyah Indonesia yang di angkat sebagai Khalifah dan memperoleh ijazahke-2 dari habib ini. Syekh Naqsyabandiyah dari Mekkah Mukarramah
tersebut dalam memberi ijazah kepada KH. Lathifi selain melalui temu muka dan tradisi jabat tangan juga secara tertulis dengan tanda tangan Habib tertanggal 30 Jumaditsani 1405H . (tahun 1985), di Jalan Langsap Raya-Malang Kota.
kepunyaan Habib. Lalu beliau meyuruh saya membaca silsilah thoriqoh. Setelah cocok, saya langsung ditawajjuhi dan di-ijazah .
Jadi, ijazah saya dari dua jalan, yaitu: dari Almukarram Kiai Ali Wafa dan Habib Muhammad bin Alwi.
Selain itu, pertama selali saya mengaji kepada Habib, saya langsung di ijinkan atau diberi ijazah untuk mengajar semua ilmu yang dikaji kepada beliau. Kemudian saya diberi Kitab namanya Syawariqul Anwar dan cukup banyak bertmacam-macam kitab yang lain.
Sekarang banyak ikhwan-akhawat yang mengundang saya untuk menawajjuh ke pelbagai daerah. Karena melihat perkembangan thoriqoh cukup pesat maka orang-orang yang tidak insyaf dan tidak senang lalu mengganggu dan menghina, bahkan mengeluarkan istilah-istilah yang tidak benar.14*) Namun ikhwan-akhawat yang insyaf dan senang kepada thoriqoh tetap tidak berubah dan selalu saja
14*) Ternyata, hal ini juga dibenarkan oleh seorang peneliti Thoriqoh An Naqsyabandiyah Indonesia yaitu Dr. Martin van Bruinessen. peneliti yang berkebangsaan Belanda ini menulis laporan yang memberi kesan tidak baik dan agak menfitnah KH. Lathifr, tetapi setelah menyelidiki sendiri kepada saksi-saksi yang ada di Madura pada bulan Juli 1993 yang lalu, dia tampaknya menyesali fitnahan dan kesalahan-kesalahan tulisannya terhadap KH. Lathifi. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1994 yang lalu dia datang lagi ke pondok pesantren Rubath An Naqsyabandiyah di Sukosari untuk menemui KH. Lathifi yang ketiga kali-guna meminta maaf atas fitnahan dan kesalahan tulisan dalam buku edisi pertamanya tersebut. Sang penulis ini mengaku bahwa dirinya telah mendapat informasi dari orang-orang yang hasud alias berkepentingan dan mencari keuntungan pribadi dalam bukunya tersebut. Dia berjanji kepada KH. Lathifi akan meralat tulisan bukunya yang berisi kesalahan total (khususnya menyangkut su'uddzan atau buruk sangkanya), dengan akan menerbitkan edisi cetakan ke-2 yang aka datang yaitu dengan secara lebih hati-hati, seimbang dan fair kepada K H. Lathifi. mereka mengundang untuktawajjuhan, malahan jama'ahnya selalu bertambah ramai dan berkembang pesat hingga saya diundang ke daerah orang Hindu Yaitu di Bali.
B. Diundang ke Pelbagai Propinsi sejak Tahun l976-1994
Sebagaimana diketahui, murid murid-murid saya ada di berbagai Propinsi di Nusantara ini. Biasanya saya diundang ke wilayah-wilayah atau daerah-daerah untuk pembai'atan dan tawajjuhan.
Di tiap-tiap wilayah Kabupaten ada beberapa Kepala Khaujagan Mereka bertugas untuk memimpin acara pembaiatan Khaujagan yaitu acara yang tidak boleh ditinggal dan tidak boleh diluupakan oleh semua ikhwan-akhawat Thoriqoh An Naqsyabandiyah Al Mudzhanyah,karena acara khaujagan ini berguna untuk memperkuat ikatan tali persaudaraan dan menrper kokoh jalan dzikir lsmu-Dzat(Khaujagan adalah syarat tiang ke-3 Thoriqoh An Naqsyanbandiyah setelah dzikir dan Robitttoh).
Kelompok-kelompok murid saya di tiap-tiap wilayah Kabupaten terdiri dari 300 sampai 2000 orang (dihitung secara statistik yang aktif dan non aktif).
untuk Propinsi Jawa Timur berada di daerah Kabupaten; Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo dan Ibu Kota Surabaya.
Untuk pulau Madura berada di Wilalah Kabupaten; Sampang, Bangkalan, Pamekasan, dan pulau Masa Lembu di sekitarnya (masih termasuk wilayah administratif Kabupaten Sumenep).
15*). Pertemuan tawajjuh atau secara tawajjuhan sangat penting sekali untuk di hadiri oleh semua ikhwan-akhawat, karena guru Mursyid akan menawajjuh atau mengisi dzikir atau menuang dzikir secara langsung satu per satu kepada ikhwan-akhawat dalam pertemuan tersebut. Perternuan ini sangat berguna untuk kemajuan rohani murid-murid serta disana murid secara langsung bisa menanpung barokah dari guru
Mursyid. Oleh karena itu, seorang murid yang cukup tinggi himmahnya(kemauan dan cintanya) kepada Thoriqoh An Naqsyabandiyah ini dia akan terus mengikuti acara pertemuan tawajjuhan ini kemana dan dimana guru Mursyid diundang.
Meskipun bertawajjuh bisa dilalukan secara jarak jauh yaitu melalui Robithah dan dzikir lsmu Dzat tiap hari, namun Pertemuan tawaijuh secara langsung antara murid dan gurumursyid ini lebih berguna dan lebih besar manfaatnya, Karena disana guru Mursyid juga akan mamberi fatwa-fatwa atau nasehat-nasehat penting untuk kemajuan akhlaq dan ubudiyah ikhwan-akhawat. Maka dari itu, akan sangat rugi kalau melewatkan pertemuaan cara tawaijuh yang telah diselenggarakan oleh ikhwan-akhawat(yang biasanya dilakukan oleh panitia atau pengurus pengundangan guru Mursyid maupun pengundangan secara perorangan) di daerahnya masing masing.
Sedangkan untuk Propinsi Bali berada di wilayah Ibu Kota Denpasar sekitar Kecamatan Kuta, Propinsi Kalimantan Barat berada di Wilayah lbu Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas. Propinsi Sulawesi Selatan berada di Wilayah Kabupaten; Maros, Barru, Sinjai, Bone, pangkap dan Kotamadya Ujung Pandang. Saya sekarang ada rencana diundang ke Banjarmasin (Kalimantan selatan), samarinda (Kalimantan Timur), serta Kendari (sulawesi Tenggara).
Ternpat-tempat itulah tersebut di atas secara berkala mengundangnya dengan jadwal masing-masing (Masa Lembu dan Kabupaten Situbondo mengundangnya dua sampai tiga kali dalam setahun) sehingga saya berada dirumah 3 hari atau 1 minggu perbulan tiap-tiap tahunnya. Khusus satu bulan dalam Ramadhan saya tidak mengadakan perjalanan karena banyak kegiatan di pondok pesantren pada bulan tersebut.
Saya juga telah mengangkat dua Mursyid Khalifah yaitu KH. Zahid, putra saya dan KH. Thaifur putra Almukarram KH. Ali Wafa
MashaAllah
ReplyDeleteFrom India